Saat penghasilan meningkat, gaya hidup juga akan meningkat. Katanya.
Apakah teman Jenius pernah mendengarnya? Atau justru malah pernah mengalaminya?
Ternyata, ada istilah tersendiri untuk fenomena tersebut, yaitu inflasi gaya hidup— terkadang disebut juga dengan lifestyle inflation atau lifestyle creep.
Fenomena lifestyle inflation cukup sering terjadi tanpa disadari oleh kebanyakan orang. Dan kalau lalai, pasti dompet jadi kering. Alhasil, kesehatan keuangan gak bisa diselamatkan.
Padahal dengan naiknya penghasilan, kamu bisa lho meningkatkan kondisi keuanganmu. Misalnya dengan menambah tabungan, melunasi cicilan, serta berbagi lebih banyak kepada teman dan keluarga.
Biar gak terjerumus dalam inflasi yang bisa diam-diam menggerogoti ini, coba yuk ketahui ciri-cirinya sejak awal. Biar kamu sadar dan masih bisa memperbaikinya sebelum terlambat. Simak di sini ya!
Salah satu ciri utama kamu mengalami lifestyle inflation adalah sulitnya membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Kamu jadi punya keinginan untuk terus meng-upgrade berbagai hal yang seringnya bersifat tersier.
Ciri lifestyle inflation ini bisa dimulai dari kebiasaan kecil yang sering kamu lakukan, seperti hobi minum kopi. Kalau tadinya aman-aman saja tiap beli kopi kalengan dari minimarket, tapi kini rasanya gak afdal kalau gak beli kopi kenamaan dari kafe terkenal.
Contoh lainnya soal makanan. Kalau dulu selalu masak, kini lebih sering delivery makanan online yang harganya berkali lipat dibandingkan masak sendiri. Padahal kalau dipikir-pikir secara objektif, banyak orang gak butuh “upgrade” tersebut karena alternatif yang biasa dijalani bisa lebih murah. Pernah merasakan hal ini?
Karena kamu kesulitan membedakan antara kebutuhan dan keinginan, biasanya pengeluaran kamu kian hari kian membengkak. Pada suatu titik, pengeluaran pun jadi lebih besar dari pemasukan. Akhirnya? Kamu mulai membayar semua hal dengan cicilan.
Sebenarnya, cicilan adalah salah satu cara biar cash flow-mu tetap lancar sehabis beli barang dengan jumlah yang cukup besar. Jadi, mencicil tentu gak masalah selama kamu sudah benar-benar memperhitungkan soal pembayarannya dengan cermat.
Namun, bukan berarti kamu bisa dengan bebas mencicil barang-barang yang dibeli hanya demi gaya hidup yang borjuis. Karena kalau salah perhitungan, terlebih hanya sekadar untuk memenuhi keinginan, yang ada kamu malah terlilit utang cicilan!
Dengan pendapatan yang meningkat, jarang sekali ada orang yang langsung berpikir, “Asyik, tabungan bulanan dan bisa di-double.” Atau, “Akhirnya bisa beli investasi idamanku.”
Bahkan biasanya, kamu pasti sempat berpikir, “Ini saatnya beli sepatu yang aku idam-idamkan.” Atau, “Akhirnya aku bisa beli gadget terbaru, jadi gak ketinggalan zaman.”
Tanpa kamu sadari, pemikiran sederhana seperti ini bisa membawamu ke masalah keuangan nantinya. Bahkan sesimpel kamu mulai berlangganan layanan TV streaming baru, walaupun sebelumnya kamu sudah berlangganan di platform yang berbeda.
Pemikiran yang bertumpu pada konsumsi saja dapat berpotensi membuat kamu menumpuk cicilan. Nantinya, inflasi gaya hidup juga bisa membuat tabungan dan investasi kamu jadi stagnan, alias gak bertambah.
Hal ini sangat mungkin terjadi karena kamu terhalang keinginan untuk memuaskan hasrat saja, tanpa memikirkan kondisi keuangan ke depannya.
Kalau teman atau keluargamu habis membeli barang baru dan kamu tergoda untuk membeli barang yang sama, bisa jadi kamu cenderung mengalami inflasi gaya hidup.
Hal ini sering terjadi karena kamu seolah-olah “latah” untuk ikut punya barang baru juga. Jenius kasih contoh ya. Misalnya temanmu A habis beli gadget yang baru rilis, lalu kamu gak mau kalah dan tergoda untuk beli gadget yang sama atau setidaknya mirip-mirip.
Apalagi dengan hadirnya media sosial, pasti kamu banyak melihat pencapaian yang orang-orang bagikan. Tanpa disadari, kamu malah membandingkan nasibmu dengan teman-temanmu.
Pikiran untuk membandingkan diri sendiri dengan hidup orang lain itu normal, tapi bukan berarti semua hal harus kamu ikuti—walaupun kamu punya budget lebih. Namun, kamu bisa jadikan hal tersebut sebagai motivasi untuk meningkatkan kerja kerasmu.
Jadi, jangan terjebak dengan bagaimana cara orang menghabiskan uangnya dan menjadikannya standar untuk kehidupan finansialmu. 💪🏻
Punya barang baru—apa pun itu—rasanya memang menyenangkan sekali. Tetapi, apakah kamu pernah merasakan perasaan terburu-buru untuk segera beli barang terbaru? Baik itu gadget, kendaraan, atau bahkan sekadar mencoba makanan di restoran hits yang baru buka di kotamu.
Hal tersebut bisa diindikasikan sebagai bentuk lifestyle inflation yang merugikan keuanganmu. Karena kondisi pasar yang akan terus berinovasi dan menghasilkan barang baru, maka kecenderunganmu untuk belanja akan terus bertambah setiap harinya.
Terlebih lagi, kalau kamu merasa ada yang berubah dalam kebiasaan belanjamu. Misalnya, kalau dulu kamu selalu mencari promo atau diskon saat beli barang, tapi kini kamu malas mencari promo dan berujung membayar harga normal dengan alasan “aku mampu”.
Sebaiknya hati-hati ya dan segera sadari sebelum terlambat membenahi keuanganmu.
Sebenarnya, gak ada yang salah dengan keinginan untuk meningkatkan gaya hidup. Namun, kamu tentu perlu melakukannya secara bijak dan perlahan. Pilih dengan saksama apa yang mau kamu tingkatkan dan jangan terburu-buru memutuskan.
Untuk menyiasati hal ini, kamu bisa mulai melakukan budgeting atau membuat pos-pos, biar pengeluaranmu gak kebablasan. Ada berbagai metode budgeting yang bisa kamu pilih sesuai dengan preferensimu. Mulai dari budgeting 50/30/20, 80/20, 4-3-2-1, 6 jars system, bagi lima ala Li Ka-Shing, atau kakeibo ala ibu rumah tangga di Jepang.
Selain itu, kamu juga bisa mencoba untuk mencari tambahan penghasilan. Misalnya dengan mengambil side hustles atau menciptakan passive income agar bisa menyesuaikan dengan gaya hidup yang kamu inginkan.
Dengan begini, kamu bisa memulai langkah kecil agar pengeluaran kamu tetap on budget, dan mengindari inflasi gaya hidup. Mau?