Kalau lihat dari luar, jadi content creator tuh kayaknya enak banget gak, sih?
Makan enak, jalan-jalan, pegang handphone, upload, terus beres. Padahal aslinya gak sesimpel itu, lho. Realitanya, jadi content creator punya proses yang panjang!
Mulai dari fase coba-coba, gak ada yang nonton video yang kamu bikin, sampai momen iseng yang tiba-tiba mengubah segalanya.
Di sini aku, Karel Devino, mau cerita jujur perjalananku jadi content creator, plus kasih tips realistis bikin konten buat kamu yang pengin mulai ngonten tapi masih banyak keraguan.
Awalnya tuh aku bikin konten ya random aja. Isinya komedi receh, gak ada niche, bahkan gak ada tujuan jelas. Yang nonton juga nyaris gak ada karena ya memang cuma buat hiburan sendiri saat pandemi.
Sampai suatu hari aku lagi makan di restoran udon dan kepikiran, “Mau iseng videoin ah.”
Videonya pun simpel banget: cuma rekam udon diaduk, terus aku kasih tulisan, “Semoga yang bikin ini masuk surga.” Kemudian aku upload di TikTok.
That’s it. Setelah itu aku lanjut ngonten kayak biasa, yang view-nya ya juga gitu-gitu aja.
Baca juga: Peralatan Wajib untuk Vlogging
Tiga bulan kemudian tiba-tiba TikTok aku ramai banget. Notifikasinya sampai harus aku mute! Ternyata video udon yang sudah lama ku-upload FYP dan viral. View yang biasanya cuma puluhan, tiba-tiba tembus seratus ribu!
Keesokannya aku bikin konten udon lagi, kali ini dengan varian lain. Viral lagi sampai jutaan view. Tiga hari berturut-turut aku upload konten udon, kemudian follower naik jadi sekitar sepuluh ribu.
Di titik itu aku sadar, media sosial tuh kadang memang bermain di momentum. Dari situ aku mulai masuk ke dunia konten viral makanan yang akhirnya mengubah arah perjalanan ngontenku.
Dari yang awalnya cuma iseng, pelan-pelan aku mulai berpikir, “Oke, kayaknya hal ini bisa diseriusin.” Dengan kejadian ini akhirnya membuatku berpikir, saat diberi kesempatan, tentu harus dimaksimalkan.
Satu tips yang menurutku wajib buat Teman Jenius yang mau mulai ngonten: jangan bikin konten hanya sekadar untuk mengejar angka.
View, like, komen, dan share tuh memang bagian dari dunia content creation. Namun, kalau sejak awal kamu terlalu terpancing dengan angka, hal itulah yang justru bikin kamu gampang capek duluan.
Kita gak bakal tau video mana yang “jalan” sebelum benar-benar bikin dan upload. Karena itulah fokusku sekarang lebih ke:
yang penting videonya jadi dulu,
tes berbagai format dan gaya, serta
konsisten memposting, meskipun pelan-pelan.
Angka bisa naik maupun turun. Yang perlu kamu jaga tuh kebiasaan bikin konten secara konsisten dan proses bagaimana pengembangan konten yang kamu kuasai dari waktu ke waktu.
Karena aku masih kerja full-time, terus terang bagian tersulit tuh mengatur waktu. Di satu sisi ada pekerjaan utama, tapi di sisi lain pengin konten tetap jalan.
Biar gak keburu overwhelmed, aku bikin target yang masuk akal terlebih dulu.
Minimal satu video per minggu
Kalau lagi sanggup, baru naik ke dua-tiga video per minggu
Nah, supaya bisa mengejar itu semua, biasanya aku:
mencatat ide tiap kali dapat inspirasi, bahkan kalau yang datang cuma satu kalimat;
sekalian bikin konten kalau lagi makan di luar atau lagi jalan; sampai
edit pelan-pelan saat malam hari.
Hasilnya memang gak selalu rapi dan ideal, tapi yang penting jalannya dulu.
Kalau nunggu “sempurna”, biasanya malah gak jadi karena kunci utama dalam konsistensi bikin konten itu mulai dulu tanpa overthinking.
Menurutku, fondasi awal content creation itu ada tiga, yakni seperti di bawah ini.
Kamu harus tau dulu kamu mau apa. Mau berbagi? Mau cerita? Mau dokumentasi hidup? Mau belajar ngomong di depan kamera? Jawabannya bisa kamu tanyakan ke diri sendiri.
Pertanyaan klasik kayak…
Kalau gak ada yang nonton gimana?
Kalau videonya jelek gimana?
Kalau dikomentarin orang gimana?
Baca juga: Travel Buddy Ideal Versi MBTI
Ya udah sih, gak masalah. Semua content creator juga pernah di fase itu kok!
Serius, ini tuh kuncinya! Kadang bedanya orang yang “pengin ngonten” dan orang yang beneran jadi content creator tuh cuma satu: yang satu kepikiran terus, yang satu nekat upload.
Kalau mental sudah kebentuk, baru masuk ke pertanyaan berikutnya: “Tentang apa sih konten yang mau aku bikin?”
Jawabannya simpel lho, Teman Jenius: mulai dari hal yang memang kamu suka. Misalnya:
Suka kuliner? Bikin video reviu makanan, share tempat makan, atau cerita jujur soal rasa dan suasana.
Suka olahraga? Bikin konten latihan, progres, atau tips pemula.
Suka beauty, otomotif, tech, buku, film? Ya gas aja.
Kalau topiknya jauh banget dari minat kamu, pelan-pelan akan terasa seperti beban saat bikin.
Awalnya aku tuh upload video di TikTok terlebih dulu. Tapi lama-lama aku berpikir, “Masa udah capek bikin video, tapi cuma nongol di satu platform doang?”
Jadi, sekarang aku mirroring konten ke YouTube dan Instagram juga. Idealnya sih tiap platform punya format khusus, caption beda, durasi beda, dan sebagainya.
Namun, kalau gak sanggup, ya gak apa-apa. Hal yang penting adalah tetap jalani strategi multiplatform biar konten punya peluang lebih besar untuk berkembang.
Prinsipnya satu: kerjakan semampumu!
Nanti kalau sudah terbiasa, baru deh pelan-pelan di-upgrade.
Content creation sangat menyenangkan, apalagi kalau kamu suka ngobrol, cerita, atau eksplor sesuatu. Apalagi kalau kamu tertarik mendalami dunia creative content dan menikmati prosesnya.
Namun, di balik itu semua, ada juga fase jenuh. Alasannya bisa banyak hal, seperti:
capek edit video,
bingung mau bahas apa lagi, sampai
ngerasa konten yang kamu bikin gitu-gitu aja.
Itulah alasan pentingnya untuk bikin konten yang dekat dengan diri sendiri, bukan sekadar ikut tren yang lagi ramai atau viral.
Baca juga: Panduan Lengkap Persiapan Pindah Karier
Kalau kamu suka dengan apa yang kamu buat, meski ada rasa letih, gak bakal seberat kalau kamu bikin konten di hal yang kamu gak enjoy.
Sebagai content creator yang hobinya makan dan jalan, aku cukup sering bergantung sama beberapa fitur Jenius biar hidup dan finansialku tetap kepegang. Mungkin bisa jadi inspirasi kamu juga nih, Teman Jenius!
Mulai dari mikrofon, gimbal, sampai alat-alat ngonten lainnya, banyak yang aku beli pakai Kartu Kredit Jenius. Apalagi untuk barang elektronik yang harganya cukup mahal, aku suka pilih opsi cicilan biar cash flow-ku tetap terjaga. Ini termasuk “utang” produktif, lho.
Setiap transaksi, apalagi transaksi internasional, aku bisa dapat Double Yay. Dan ya, memang ini yang aku kejar, soalnya Yay Points dari Jenius bisa di-redeem ke berbagai reward. Dan reward yang aku tukar adalah Krisflyer miles yang penukarannya real-time di aplikasi!
Aku sih berharap suatu hari nanti bisa redeem penerbangan business class atau first class—bahkan suite class. Manifesting bareng-bareng, yuk.
Aku pernah kehilangan Kartu Debit Jenius (m-Card) dan Kartu Kredit Jenius di dua momen berbeda saat traveling ke Jepang. Begitu sadar, aku refleks langsung membuka aplikasi Jenius dan pilih opsi temporary block kartu.
Kenapa gak langsung permanen? Soalnya saat itu aku masih butuh transaksi online buat beli tiket Shinkansen. Jadi, aku pun mengeblok kartunya dulu supaya aman. Lalu ketika mau transaksi aku unblock, dan selesai bertransaksi aku block lagi. Buat orang yang ceroboh kayak aku, it helps a lot.
Aku suka beli mata uang asing negara tujuan traveling-ku saat kurs lagi bagus dan bisa kulakukan sejak jauh-jauh hari.
Belinya pun gak harus langsung banyak, jadi bisa pelan-pelan. Nah, saat berangkat, aku tinggal sambungkan ke m-Card, kemudian aku bisa langsung transaksi pakai fitur Mata Uang Asing yang sudah kubeli sejak jauh-jauh hari.
Aku jarang bawa banyak cash dari Indonesia. Biasanya aku tarik tunai di bandara negara tujuan pakai m-Card di ATM berlogo Visa. Simpel, gak perlu pusing tuker uang dari awal.
Buatku pribadi, Jenius punya berbagai fitur yang bikin kegiatan ngonten (yang banyak makan dan banyak jalan) terasa lebih santai dari sisi keuangan.
Dengan semua pengalaman itu, aku jadi makin sadar kalau fitur Jenius untuk content creator dan kemudahan Jenius untuk transaksi luar negeri; bikin perjalanan traveling jadi lebih simpel.
Mulai dari transaksi pakai Kartu Kredit Jenius yang bisa diubah jadi cicil untuk gear ngonten yang harganya cukup mahal sehingga cash flow tetap aman, keamanan transaksi online Jenius di luar negeri, sampai block dan unblock Kartu Debit maupun Kartu Kredit Jenius kalau lagi apes.
Jenius, isn’t it?
Kalau sekarang kamu lagi di posisi suka nonton konten orang, suka kepikiran “kayaknya bisa bikin konten sendiri” namun ketahan dengan “tapi”… kali ini saatnya kamu buang kata “tapi” itu.
Mulailah dari satu video. Gak perlu panjang, gak perlu aesthetic, bahkan gak perlu sempurna. Yang penting muncul dulu di timeline kamu sendiri. Pelan-pelan kamu bakal menemukan gaya kamu, ritme kamu, dan cara kamu bercerita.
Dan siapa tau, momen “iseng” tersebut suatu hari bisa jadi titik balik, sama kayak video udon yang dulu cuma aku rekam tanpa pikir panjang.
Kesimpulannya: bikin aja dulu!
Artikel ini ditulis oleh Karel Devino (@kareldevino), Teman Jenius sekaligus Content Creator yang suka ulik kuliner dan jalan-jalan. Cek artikel dari para guest writer lain pada laman Blog Jenius.