Financial Checkup: Keuangan Gak Sehat Karena Cicilan Rumah

writter Fifi Nurfitrianti

Bila dianalogikan, KPR atau Kredit Kepemilikan Rumah adalah sebuah maraton panjang. Dengan pilihan jangka waktu cicilan yang bisa mencapai lebih dari 10 tahun, calon debitur harus bisa menghitung secara detail berbagai variabel proyeksi kemampuan membayarnya.

Cerita ini milik Jonathan (bukan nama sebenarnya), karyawan swasta yang merantau di Jakarta. Saat ini Jo masih single, dengan satu orang tanggungan—ayah yang tinggal di kampung. Dengan penghasilan saat ini Rp8 juta per bulan, Jo mulai kewalahan dengan cicilan KPR atas rumah yang dikontrakkannya.

Jenius bekerja sama dengan perencana keuangan Budi Raharjo dari OneShildt, akan melakukan financial checkup atas keuangan Jo, teman Jenius yang sedang bingung apakah dana yang ada lebih baik digunakan untuk melunasi KPR atau membuka bisnis baru saat pandemi.

Jo yang Gak Bisa Menabung Terlalu Banyak

Jo (27) merasa bahwa sejak mengambil KPR pada tahun 2017, kemampuan untuk menabungnya berkurang. Jo juga mengaku gak bisa membuat impian keuangan lain. Hal ini terjadi karena cicilan KPR yang sudah menyentuh Rp3,2 juta per bulan akibat kenaikan bunga hingga saat ini berada pada angka 11%.

Bila dibandingkan dengan jumlah penghasilan, cicilan KPR Jo sudah masuk kategori gak sehat karena rasio cicilannya mencapai 40%. Rasio ini sudah melewati batas ideal yang disarankan, yaitu maksimal 35% dari penghasilan. Data ini menunjukkan bahwa tidaklah mengherankan bila Jo merasa sulit menabung. Karena nilai cicilan yang terlalu besar akan mengganggu kemampuan menabung jangka pendek.

Jo, Rumah, dan KPR-nya

Pandemi yang masih berlangsung juga memberikan dampak kurang baik terhadap kondisi keuangan Jo. Tadinya, Jo bisa mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp15 juta per tahun sebagai return investasi properti dari rumah yang masih dicicil. Namun, pendapatan dari sewa rumah saat ini kosong karena sudah lebih dari 3 bulan gak ada yang mengontrak.

Gangguan penghasilan karena rumah yang dikontrakkan kosong, membuat Jo merasa semakin kurang nyaman. Sampai-sampai Jo sempat berpikir untuk menggunakan tabungan yang dimiliki untuk melakukan extra payment atas KPR rumah sewa yang masih tersisa Rp250 juta. Di sisi lain, Jo yang saat di Jakarta tinggal di indekos, mulai berkeinginan untuk mengambil KPR atas rumah baru yang bisa dijadikan rumah tinggal.

Setelah financial checkup, apa saja alternatif dari perencana keuangan Budi Raharjo yang bisa dijadikan pertimbangan Jo?

Baca juga: Persiapkan Keuangan untuk Kejadian Terburuk

Buat Cashflow Kembali Sehat

Untuk mempertahankan aset-aset yang dimiliki, hal pertama yang dapat Jo lakukan terhadap keuangannya adalah menyesuaikan gaya hidup agar cashflow menjadi lebih sehat. Jo punya PR menciptakan surplus keuangan agar masih bisa “bernapas” walaupun nilai cicilannya mencapai 40% pendapatan.

Sebenarnya, dilihat dari daftar pengeluarannya, jumlah pengeluaran Jo tergolong tidak terlalu besar. Setiap bulan, Jo mengeluarkan Rp550 ribu untuk sewa tempat tinggal, Rp300 ribu untuk biaya telekomunikasi, Rp600 ribu untuk transportasi, serta Rp1,5 juta untuk makan dan kebutuhan sehari-hari.

Alternatif ini mungkin akan sulit dilakukan karena Jo berarti harus menjadi sangat berhemat sehari-harinya. Beberapa hal yang bisa Jo lakukan terkait penyesuaian gaya hidup:

  • mencari alternatif moda transportasi yang lebih hemat,
  • mengurangi pengeluaran konsumsi dengan memasak sendiri makanan sehari-hari.

Baca juga: Menu Meal Prep Seminggu untuk Menghemat Uang Makan

Ajukan Restrukturisasi Cicilan

Ada dua opsi restrukturisasi cicilan yang dapat dipertimbangkan Jo. Pertama, membuat permohonan penundaan cicilan dan/atau pengurangan nilai cicilan. Kedua, melunasi sebagian sisa utang KPR dengan target cicilan baru di bawah 35% pendapatan rutin.

Opsi pertama dapat membuat cashflow Jo menjadi sehat untuk sementara waktu. Tapi bila Jo memilih opsi restrukturisasi pertama, Jo perlu menghitung dan mempertimbangkan efek tenor KPR yang kemungkinan bertambah panjang. Budi merekomendasikan opsi ini hanya bila efek bunga perpanjangan tenor kredit gak terlalu signifikan.

Sementara itu, ada opsi kedua yang bisa diambil Jo, melihat aset tabungan dan deposito Jo yang saat ini berjumlah Rp90 jutaan. Jo hanya perlu memastikan sisa saldo tabungan cukup untuk dijadikan dana darurat senilai minimal 6 bulan pengeluaran rutin.

Baca juga: 3 Pertanyaan tentang Dana Darurat

Pertimbangkan Opsi Menjual dan Over Kredit KPR

Dengan menjual rumah gak digunakan dan gak tersewa, maka pengeluaran tetap cicilan akan jauh berkurang. Jo dapat menggunakan hasil penjualan rumah sebagai bekal DP rumah tinggal yang diinginkan.

Namun, sebelum keputusan ini diambil, Jo harus menghitung seluruh plus dan minusnya. Juallah hanya jika properti sudah gak memiliki prospek bagus ke depannya. Apakah ada prospek berupa pertumbuhan nilai karena lokasinya strategis? Atau pemasukan sewa akan kembali normal dan meningkat terus?

Ciptakan Penghasilan Tambahan

Seluruh alternatif terkait KPR punya efek terhadap tujuan keuangan jangka pendek dan menengah lain. Tujuan keuangan yang Jo miliki seperti membeli mobil pada tahun 2022 dan menyiapkan dana menikah pada tahun 2023, mau gak mau harus ditunda atau disesuaikan target nilai dan waktunya. Karena fokus penggunaan aset dan pendapatan saat ini adalah untuk mengurangi sisa utang dan nilai cicilan bulanan.

Menciptakan penghasilan tambahan adalah cara yang paling ideal bagi Jo untuk menutupi defisit pada cashflow. Sayangnya, menciptakan bisnis bukanlah solusi instan. Ada beragam proses yang cukup panjang agar sebuah bisnis dapat dipastikan memberikan keuntungan. Belum lagi ada risiko gagal bila bisnis gak betul-betul diurus secara serius dan konsisten.

Bila Jo benar-benar ingin berbisnis, pastikanlah bahwa bidang bisnis tersebut sesuai dengan minat dan kemampuan. Karena risiko terbesar sebuah bisnis adalah bila pebisnis gak tau apa-apa soal bisnis tersebut. Mulailah dengan mempelajari bidang bisnis, membuat strategi bisnis, dan menghitung kebutuhan modal.

Baca juga: Berbisnis atau Gak? Cek Kecocokanmu Sekarang

Dalam mengelola keuangan, akan selalu ada hal-hal yang di luar kendali. Risiko sakit, pengeluaran besar mendadak tanpa diduga-duga, hingga perubahan situasi ekonomi global seperti saat pandemi sekarang, tentu dapat mengganggu situasi keuangan tiap-tiap individu. Untuk itu, penting sekali menciptakan pondasi keuangan yang sehat, agar dapat bertahan baik saat situasi normal maupun saat kondisi kurang kondusif.

Financial checkup penting dilakukan agar kondisi keuangan selalu terpantau. Untuk itu, Jenius secara berkala membuka kesempatan bagi teman Jenius yang ingin keuangannya di-checkup oleh perencana keuangan. Follow dan cek Instagram dan Twitter untuk mendapatkan informasi pendaftarannya ya.

Belum punya Jenius untuk membantumu memastikan kondisi keuanganmu sehat? Download dan aktivasi sekarang.


Disclaimer: Financial checkup dilakukan terbatas pada data keuangan yang diberikan oleh responden per Oktober 2020. Rekomendasi yang diberikan dalam financial checkup dihitung berdasarkan data tersebut dan asumsi-asumsi yang menyertainya. Adapun pelaksanaan dari rekomendasi tersebut untuk mencapai tujuan keuangan pribadinya merupakan tanggung jawab responden.


Artikel lainnya