Utang Luar Negeri Indonesia Triwulan IV 2024

writter Lanjar Nafi

Bank Indonesia (BI) mencatat posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan IV 2024 sebesar 424,8 miliar dolar Amerika Serikat (AS), menurun dibandingkan dengan posisi triwulan III 2024 yang tercatat 428,1 miliar dolar AS.

Penurunan ini terjadi pada sektor publik maupun swasta, sekaligus mencerminkan perlambatan pertumbuhan ULN secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi 4,0% dari 8,3% pada triwulan sebelumnya.

ULN Pemerintah Turun, Kepercayaan Investor Tetap Terjaga

Posisi ULN pemerintah menurun menjadi 203,1 miliar dolar AS, dari 204,1 miliar dolar AS pada triwulan III 2024. Secara tahunan, pertumbuhan ULN pemerintah melambat menjadi 3,3% (yoy) dari 8,4% (yoy). Penurunan ini terutama disebabkan oleh turunnya posisi surat utang pemerintah yang dipengaruhi oleh penguatan dolar AS terhadap rupiah.

Meski ULN pemerintah turun, aliran modal asing (capital inflow) pada Surat Berharga Negara (SBN) internasional dan domestik tetap mencatat net inflow. Hal ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia tetap kuat.

Pemerintah juga menegaskan komitmennya untuk menjaga kredibilitas fiskal melalui pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu serta pengelolaan ULN yang pruden dan efisien.

ULN pemerintah masih difokuskan untuk sektor produktif, seperti:

  • Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (20,8%)

  • Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial (19,7%)

  • Jasa Pendidikan (16,7%)

  • Konstruksi (13,4%)

  • Jasa Keuangan dan Asuransi (9,0%)

Dengan 99,9% ULN pemerintah berupa utang jangka panjang, risiko pembiayaan tetap terkendali, mencerminkan pengelolaan utang yang lebih berkelanjutan.

ULN Swasta Turun, Beban Korporasi Berkurang

ULN swasta pada triwulan IV 2024 turun menjadi 194,1 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan 196,3 miliar dolar AS pada triwulan III 2024.

Secara tahunan, ULN swasta mengalami kontraksi lebih dalam sebesar -2,2% (yoy) dari -0,6% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Penurunan ini terjadi pada dua kelompok utama:

  • Lembaga Keuangan: Kontraksi -2,5% (yoy)

  • Perusahaan Non-Keuangan: Kontraksi -2,1% (yoy)

Sektor ekonomi dengan porsi ULN swasta terbesar adalah:

  • Industri Pengolahan

  • Jasa Keuangan dan Asuransi

  • Pengadaan Listrik dan Gas

  • Pertambangan dan Penggalian

ULN swasta didominasi utang jangka panjang (76,7%), yang menandakan beban pembayaran tetap terdistribusi dengan baik. Penurunan ULN swasta dapat meringankan tekanan likuiditas korporasi, meningkatkan ruang ekspansi usaha, dan memperkuat sentimen positif di pasar saham.

Prospek Pasar Saham: Potensi Rebound di Tengah Stabilitas Fiskal

Penurunan ULN pemerintah dan swasta menurut para ekonom menandakan perbaikan fundamental ekonomi dan pengelolaan utang yang lebih sehat. Hal ini dapat menjadi katalis positif bagi pasar saham Indonesia (IHSG), terutama sektor di bawah ini

  • Perbankan & Jasa Keuangan — Diuntungkan oleh aliran modal asing (net inflow) pada SBN dan potensi pelonggaran suku bunga BI.

  • Industri Pengolahan & Konsumsi — Terbantu oleh berkurangnya tekanan utang pada sektor swasta.

  • Pertambangan dan Energi — Diuntungkan oleh stabilitas kurs dan pemulihan ekonomi global.

Dengan tetap terjaganya kepercayaan investor asing pada SBN, peluang investasi di sektor-sektor defensif dan blue-chip semakin menarik. Jika aliran modal asing ke pasar obligasi meningkat, biasanya sentimen positif juga mengalir ke pasar saham.

Prospek Pasar Obligasi: Sentimen Positif dari Net Inflow dan Stabilitas ULN

Aliran masuk modal asing (net inflow) pada SBN internasional dan domestik menurut para ekonom menjadi sinyal kuat bagi pasar obligasi.

Selain itu, pengelolaan ULN yang prudensial dan turunnya beban utang pemerintah dapat mendorong penurunan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah, sehingga meningkatkan nilai portofolio investor.

Jika imbal hasil obligasi menurun, aset-aset pendapatan tetap (fixed income) menjadi lebih menarik, terutama bagi investor institusi.

Penurunan ULN swasta juga menurunkan risiko gagal bayar (default risk), sehingga obligasi korporasi berpotensi memperoleh permintaan yang lebih tinggi.

Prospek Rupiah terhadap Dolar Amerika: Stabilitas dengan Potensi Penguatan

Penguatan dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk rupiah, memang memengaruhi posisi ULN. Namun, beberapa faktor positif dapat menjaga stabilitas rupiah, di antaranya sebagai berikut.

  • Net Inflow pada SBN — Meningkatkan cadangan devisa, yang dapat menahan tekanan pada rupiah.

  • Penurunan ULN Swasta — Mengurangi kebutuhan dolar AS untuk pembayaran utang, membantu menstabilkan kurs.

  • Komitmen BI — Jika kondisi tetap kondusif, BI dapat lebih fleksibel dalam menjaga stabilitas nilai tukar melalui intervensi di pasar valas.

Jika tekanan dolar AS mereda, rupiah berpotensi menguat, yang pada gilirannya akan menjadi sentimen positif bagi pasar saham dan obligasi.

Penurunan ULN Indonesia pada triwulan IV 2024 mencerminkan pengelolaan utang yang semakin sehat dan fundamental ekonomi yang lebih kuat. Hal ini berpotensi:

  • meningkatkan sentimen positif di pasar saham, terutama sektor perbankan, konsumsi, dan energi;

  • memperkuat pasar obligasi, dengan potensi penurunan imbal hasil (yield) dan peningkatan permintaan pada SBN dan obligasi korporasi; dan

  • menjaga stabilitas rupiah, dengan potensi penguatan jika net inflow terus meningkat dan tekanan dolar AS mereda.

Dengan outlook yang positif ini, investor dapat mempertimbangkan untuk memperkuat portofolio mereka, khususnya pada saham sektor defensif dan obligasi bertenor menengah hingga panjang.

Di bawah ini merupakan reksa dana pendapatan tetap yang memiliki total return lebih dari 4% selama satu tahun terakhir per 17 Februari 2025.

  • Sucorinvest Sharia Sukuk Fund

  • BNI-AM Teakwood

  • Syailendra Pendapatan Tetap Premium

  • Ashmore Dana Obligasi Unggulan Nusantara

  • BNP Paribas Prima II Kelas RK1

  • Ashmore Dana Obligasi Nusantara

  • Manulife Pendapatan Bulanan II

Di bawah ini merupakan reksa dana saham yang memiliki total return dalam 1 bulan terakhir turun lebih dari 6% per 17 Februari 2025.

  • Syailendra Equity Opportunity Fund Kelas A

  • BNI-AM IDX Pefindo Prime Bank

  • BNI-AM Pefindo i-Grade

  • Schroder 90 Plus Equity Fund

  • BNI-AM Indeks IDX 30

  • Schroder Dana Prestasi Plus

  • BNI-AM Indeks IDX Growth 30

  • BNI-AM IDX High Dividend 20

  • Syailendra MSCI Indonesia Value Index Fund Kelas A


SMBC Indonesia tidak bertanggung jawab atas pernyataan apa pun sehubungan dengan keakuratan atau kelengkapan informasi yang terkandung pada artikel ini atau atas kehilangan atau kerusakan yang timbul dari penggunaan isi artikel ini.
Informasi yang terkandung dalam artikel ini adalah informasi publik, tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya menjadi dasar pengambilan keputusan. Pengguna tidak boleh menyalin atau menggunakan isi artikel ini untuk tujuan apa pun atau mengungkapkan isinya kepada orang lain tanpa persetujuan sebelumnya dari SMBC Indonesia. Isi artikel ini dapat berubah tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Pengguna disarankan untuk menilai kemampuan sendiri dalam menanggung risiko keuangan dan lainnya terkait investasi atau produk apa pun, dan untuk membuat penilaian independen atau mencari nasihat independen sehubungan dengan masalah apa pun yang tercantum pada artikel ini.