Perekonomian Indonesia menunjukkan sinyal stabilitas yang melegakan pada pertengahan tahun, dengan rilis data inflasi bulan Juni yang terkendali. Kondisi ini tidak hanya memberikan kepastian bagi masyarakat terkait daya beli, tetapi juga membuka ruang yang signifikan bagi Bank Indonesia untuk mempertimbangkan pelonggaran kebijakan moneter guna mendorong pertumbuhan ekonomi lebih lanjut. Kendati demikian, pelemahan sentimen di kalangan pelaku usaha menjadi sebuah catatan penting yang perlu diwaspadai.
Laporan data ekonomi terbaru menunjukkan bahwa laju inflasi Indeks Harga Konsumen pada Juni 2025 tercatat sebesar 1,87% secara tahunan (year-on-year). Angka ini menunjukkan sedikit akselerasi dari bulan Mei yang berada di level 1,60%, akan tetapi tetap sejalan dengan ekspektasi para analis pasar. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan harga barang dan jasa secara umum masih bergerak dalam koridor yang wajar.
Lebih dalam lagi, inflasi inti (core inflation) yang merupakan indikator tekanan inflasi fundamental dengan mengecualikan harga komoditas bergejolak seperti pangan dan energi, menunjukkan stabilitas yang solid. Tercatat di angka 2,37%, sedikit melandai dari 2,40% pada bulan sebelumnya. Angka ini berada tepat di sekitar titik tengah sasaran inflasi Bank Indonesia untuk tahun ini, yaitu di rentang 1,5% hingga 3,5%. Stabilitas inflasi inti ini menjadi cerminan bahwa permintaan domestik secara keseluruhan belum menimbulkan tekanan harga yang berlebihan.
Dengan inflasi yang jinak dan terkendali, otoritas moneter memiliki fondasi yang kuat untuk mengalibrasi ulang kebijakannya. Terjaganya inflasi di dalam rentang target memberikan ruang gerak yang lebih leluasa bagi Bank Indonesia untuk kembali menurunkan suku bunga acuannya. Jika diambil, langkah ini bertujuan untuk menstimulasi perekonomian melalui biaya pinjaman yang lebih terjangkau bagi sektor bisnis dan rumah tangga.
Para analis memproyeksikan adanya potensi penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (0,25%) pada kuartal ketiga tahun ini. Bahkan, kebijakan tersebut dinilai dapat dieksekusi lebih cepat, mungkin pada bulan Juli ini, dengan prasyarat utama terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah.
Meskipun secara agregat inflasi terkendali, perlu dicermati bahwa kenaikan harga pada bulan Juni, terutama disumbangkan oleh komponen harga makanan. Harga pangan tercatat naik 1,99%, lebih tinggi dari kenaikan bulan sebelumnya sebesar 1,03%. Fenomena ini secara langsung dirasakan oleh masyarakat dalam pengeluaran harian dan menandakan pentingnya menjaga stabilitas pasokan di sektor ini.
Di sisi lain, sebuah tantangan muncul dari sisi dunia usaha. Laporan menunjukkan adanya penurunan sentimen bisnis pada bulan Juni. Terlepas dari berbagai stimulus yang telah digulirkan pemerintah, para pelaku usaha menunjukkan tingkat optimisme yang lebih rendah terhadap kondisi ekonomi saat ini dan prospek ke depan. Hal ini dapat berpotensi menahan laju investasi dan ekspansi usaha dalam jangka pendek.
Menatap sisa tahun ini, tekanan dari sisi permintaan diperkirakan akan tetap moderat. Kondisi ini diproyeksikan akan terus membantu menjaga laju inflasi tetap berada di jalur yang sesuai dengan target. Bagi bank sentral, situasi ini merupakan sinyal positif untuk dapat melanjutkan siklus pelonggaran kebijakan moneter secara terukur, sembari terus memonitor dinamika eksternal dan sentimen domestik untuk memastikan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.