Pemerintah Indonesia melalui Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) menetapkan sejumlah asumsi dasar ekonomi makro untuk tahun anggaran 2026. Dokumen ini disusun sebagai landasan awal dalam proses penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, dan disampaikan kepada DPR RI dalam Sidang Paripurna ke-19 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024–2025, pada akhir Mei 2025.
Dokumen ini menjadi acuan utama bagi pembuat kebijakan fiskal dan sekaligus menjadi barometer penting bagi pelaku pasar dan investor, karena menunjukkan arah kebijakan ekonomi pemerintah dalam satu tahun mendatang.
Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) untuk tahun 2026, pemerintah menetapkan beberapa asumsi utama yang menjadi landasan penyusunan anggaran dan kebijakan ekonomi.
Asumsi-asumsi ini juga menjadi acuan bagi pelaku pasar dan investor dalam memprediksi arah ekonomi Indonesia. Di bawah ini adalah asumsi makroekonomi kunci untuk 2026.
Pertumbuhan Ekonomi — Diproyeksikan berada di kisaran 5,2% hingga 5,8%, sebagai target dasar dalam perencanaan fiskal dan harapan pertumbuhan konsumsi serta investasi.
Inflasi — Diharapkan terkendali antara 1,5% sampai 3,5%, menjaga daya beli masyarakat agar tetap stabil dan memberikan ruang bagi kebijakan suku bunga.
Nilai Tukar Rupiah — Diperkirakan bergerak antara Rp16.500 sampai Rp16.900 per dolar Amerika, mencerminkan ekspektasi stabilitas dan penyesuaian terhadap kondisi global.
Suku Bunga Surat Berharga Negara (SBN) 10 Tahun — Diasumsikan berada pada rentang 6,6% hingga 7,2%, yang mempengaruhi biaya utang pemerintah dan daya tarik instrumen investasi berbasis obligasi.
Harga Minyak Mentah Indonesia (ICP) — Dipatok di level US$60 hingga US$80 per barel, sebagai acuan penerimaan dari sektor energi dan perencanaan subsidi energi.
Lifting Minyak — Target produksi minyak mentah nasional berada di kisaran 600.000 hingga 605.000 barel per hari, yang menentukan kontribusi sektor migas terhadap APBN.
Lifting Gas Bumi — Ditetapkan antara 953.000 hingga 1.017.000 barel setara minyak per hari, sebagai bagian dari upaya menjaga pasokan energi.
Tingkat Pengangguran Terbuka — Diperkirakan berkisar 4,44% hingga 4,96%, yang menjadi indikator kesehatan pasar tenaga kerja nasional.
Rasio Gini — Ditetapkan antara 0,377 hingga 0,380, menunjukkan fokus pemerintah untuk mengendalikan ketimpangan distribusi pendapatan.
Tingkat Kemiskinan — Target ditetapkan pada kisaran 6,5% hingga 7,5%, dengan ambisi menghilangkan kemiskinan ekstrem (target 0%).
Indeks Modal Manusia (Human Capital Index) — Diharapkan meningkat ke angka 0,57, sebagai gambaran peningkatan kualitas sumber daya manusia dan daya saing jangka panjang.
Asumsi-asumsi ini ditetapkan setahun sebelum tahun anggaran berjalan, sebagai bagian dari proses perencanaan fiskal dan makro. KEM-PPKF sendiri merupakan dokumen awal dalam siklus APBN yang disusun oleh Kementerian Keuangan, lalu dibahas bersama DPR RI.
Di bawah ini merupakan alasan dokumen ini sangat penting.
Menjadi basis penyusunan RAPBN 2026 (yang akan diajukan pada Agustus 2025).
Menentukan ruang fiskal, target penerimaan pajak, dan belanja negara.
Memberi sinyal ke pasar keuangan dan investor asing tentang arah kebijakan pemerintah.
Mencerminkan ekspektasi dan strategi menghadapi tantangan global, seperti perlambatan ekonomi dunia, geopolitik, atau volatilitas pasar komoditas.
Pertumbuhan Ekonomi & Konsumsi — Angka pertumbuhan yang moderat (5,2%-5,8%) mengindikasikan kehati-hatian, tetapi bukan pesimisme. Pasar melihat ini sebagai sinyal stabilitas, tapi sebagian pelaku investasi bisa menilai bahwa target tersebut belum cukup agresif untuk memicu lonjakan investasi langsung.
Nilai Tukar dan Suku Bunga — Dengan asumsi rupiah melemah ke Rp16.900/USD dan yield SBN 10 tahun mencapai 7,2%, ada sinyal tekanan eksternal tetap diantisipasi. Investor obligasi mungkin melihat peluang imbal hasil, tetapi investor asing bisa lebih waspada terhadap risiko nilai tukar.
Harga Minyak dan Energi — Dengan ICP di kisaran US$60–US$80 per barel, sektor energi masih bisa jadi penopang fiskal, tetapi bergantung pada realisasi lifting migas. Investor di sektor energi akan mencermati apakah target lifting realistis atau terlalu ambisius.
Ketimpangan dan Sumber Daya Manusia — Rasio gini dan indeks modal manusia mengindikasikan fokus jangka panjang pada pembangunan inklusif. Ini penting untuk membangun “trust” jangka panjang bahwa pertumbuhan tidak hanya mengejar angka, tapi juga kualitas hidup.
Bagi investor, asumsi makro ini menjadi bahan utama dalam menilai arah ekonomi Indonesia. Meski tampak teknis, angka-angka tersebut mewakili arah kebijakan, stabilitas fiskal, dan keyakinan pemerintah dalam menghadapi tekanan global dan dinamika domestik.
Dengan target pertumbuhan moderat dan kebijakan struktural yang direncanakan (seperti hilirisasi, penguatan konsumsi, serta pembangunan SDM), pasar saat ini menunggu satu hal: eksekusi yang konsisten dan kredibel.
Karena kepercayaan investor tidak hanya tumbuh dari angka yang tinggi, tapi dari komitmen untuk mencapainya secara nyata dan berkelanjutan.