Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya tetap pada 6,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 19-20 Juni 2024. Keputusan ini tidak mengejutkan banyak pihak karena 30 dari 33 ekonom dalam survei Bloomberg memprediksi keputusan tersebut, sementara 3 lainnya memperkirakan kemungkinan kenaikan sebesar 25 basis poin.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menegaskan bahwa keputusan mempertahankan suku bunga ini sejalan dengan komitmen BI untuk menjaga stabilitas rupiah di tengah tekanan yang semakin meningkat. Meskipun rupiah mengalami pelemahan sebesar 0,37% menjadi Rp16.425 terhadap dolar AS pada Kamis (20/6/2024), Gubernur BI optimis rupiah memiliki potensi untuk menguat kembali.
Gubernur Bank Indonesia menjelaskan pergerakan rupiah yang terjadi dapat dikelola dengan respons kebijakan yang tepat. Dia mengidentifikasi beberapa faktor yang memengaruhi pelemahan rupiah, antara lain permintaan dolar dari perusahaan untuk pembayaran dividen serta persepsi terhadap prospek fiskal.
Meskipun terdapat ketidakpastian global yang mencakup kebijakan suku bunga AS dan ketegangan geopolitik, Gubernur Bank Indonesia menegaskan bahwa fondasi ekonomi Indonesia tetap kuat. Pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan sebesar 4,7%-5,5% untuk tahun 2024, didukung oleh konsumsi swasta yang kuat dan pertumbuhan investasi baik dari sektor publik maupun swasta, memberikan landasan positif bagi stabilitas nilai tukar rupiah.
Bank Indonesia melaporkan bahwa pertumbuhan kredit perbankan pada Mei 2024 mencapai 12,15% secara tahunan (yoy), didorong oleh peningkatan kredit di sektor perdagangan, industri, dan jasa dunia usaha. Pertumbuhan ini didukung oleh kinerja korporasi dan rumah tangga yang baik, dengan penjualan dan belanja modal korporasi yang positif serta konsumsi rumah tangga yang kuat.
Kredit investasi, modal kerja, dan konsumsi masing-masing tumbuh 14,8%, 11,59%, dan 10,47%. Pembiayaan syariah tumbuh 14,07%, sementara kredit UMKM naik 6,74%. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2024 akan berada di batas atas kisaran 10-12%. Pertumbuhan ini juga didukung oleh minat penyaluran kredit yang kuat, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 8,63% yoy, dan kebijakan insentif makroprudensial Bank Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia juga melaporkan bahwa instrumen-instrumen moneternya seperti SRBI, SVBI, dan SUVBI berhasil menarik aliran modal asing yang mendukung stabilitas nilai tukar rupiah serta pencapaian target inflasi. Meskipun rupiah mengalami pelemahan sepanjang tahun ini, penurunan ini lebih rendah dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya seperti won Korea dan baht Thailand.
Bank Indonesia menggarisbawahi pentingnya kebijakan yang kuat dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang berdampak pada negara berkembang, termasuk Indonesia. Dalam konteks ini, Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan instrumen pro-market untuk mendorong aliran portofolio ke pasar keuangan domestik.
Secara keseluruhan, meskipun tantangan global tetap ada, prospek ekonomi Indonesia menunjukkan keberlanjutan yang positif dengan berbagai langkah strategis yang diambil oleh Bank Indonesia untuk mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan serta menjaga stabilitas nilai tukar rupiah pada masa mendatang.