Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI Rate di level 6,25%, dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,5% dan Lending Facility sebesar 7%. Keputusan ini sejalan dengan ekspektasi pasar yang memprediksi suku bunga akan tetap stabil.
BI menegaskan bahwa kebijakan moneter akan tetap berfokus pada stabilitas, dengan tujuan memperkuat efektivitas kebijakan, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, dan menarik aliran portofolio asing.
Selain itu, BI akan menggunakan instrumen kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, dengan mengedepankan digitalisasi dan keandalan infrastruktur sistem pembayaran di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.
Beberapa hal penting lain yang ada pada Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia Juli 2024:
BI memperkirakan Federal Reserve AS bisa menurunkan suku bunga lebih cepat karena inflasi di AS sudah melambat, terutama di sektor energi dan perumahan. Gubernur BI menyebutkan kemungkinan penurunan Fed Funds Rate sebelum akhir 2024. Pelaku pasar juga memprediksi hal serupa, dengan peluang penurunan 25 basis poin menjadi 5 sampai 5,25% pada September mencapai 91,6%. Bahkan, probabilitas penurunan lebih lanjut menjadi 4,75 sampai 5% pada November adalah 58,4%, mengutip CME FedWatch.
BI memperkirakan arus masuk modal asing ke pasar domestik akan terus berlanjut sepanjang sisa tahun ini, mendukung defisit transaksi berjalan RI pada kisaran 0,1%-0,9% dari PDB. BI mencatat net inflow sebesar US$4,4 miliar selama kuartal III hingga 15 Juli, dengan Neraca Pembayaran Indonesia yang diprediksi tetap sehat. Arus modal asing yang berlanjut didukung sentimen positif di pasar global dan perkiraan penurunan suku bunga The Fed. BI juga memperkirakan nilai tukar rupiah akan menguat di sisa tahun ini dengan kebijakan optimasi instrumen moneter seperti SRBI, SVBI, dan SUVBI.
BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan berada di kisaran 4,7%-5,5% sepanjang 2024, tak berubah dari proyeksi awal bank sentral. Pertumbuhan ekonomi kuartal III dan kuartal IV 2024 akan tetap baik. Hal ini terutama didorong oleh rencana peningkatan stimulus fiskal dari semula 2,3% menjadi 2,7% terhadap produk domestik bruto (PDB).
BI memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan akan mencapai batas atas kisaran 10%-12% pada 2024. Pada kuartal II-2024, kredit perbankan tumbuh 12,36% year-on-year, didorong oleh penawaran yang kuat dari berbagai dan permintaan tinggi dari korporasi dan rumah tangga. Pertumbuhan kredit terlihat di sektor perdagangan, konstruksi, serta kredit investasi yang tumbuh 15,09%, kredit modal kerja 11,68%, dan kredit konsumsi 10,8%. BI mencatat bahwa pertumbuhan dana pihak ketiga dan insentif likuiditas makroprudensial turut mendukung penyaluran kredit. Kredit syariah tumbuh 13,61% dan kredit UMKM naik 5,68%. Faktor lain yang mendukung adalah ekspektasi pendapatan yang terjaga di kelas menengah serta kinerja penjualan korporasi yang baik.
BI menegaskan bahwa penerbitan Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang menawarkan bunga tinggi tidak menyebabkan crowding out di pasar keuangan. BI menjelaskan bahwa bunga tinggi SRBI bertujuan untuk menarik modal asing dan memperkuat rupiah. BI menetapkan bunga SRBI lebih tinggi dari Surat Berharga Negara (SBN) untuk menjaga daya saing dibandingkan imbal hasil dari negara maju dan menarik arus modal asing. BI juga menekankan bahwa yield SBN tetap stabil meskipun ada peningkatan imbal hasil US Treasury. Dalam upaya menjaga stabilitas, BI berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk membeli SBN di pasar sekunder jika yield SBN naik terlalu tinggi. Saat ini, SRBI yang diterbitkan mencapai Rp775,45 triliun dengan kepemilikan asing sebesar Rp220,35 triliun. BI memastikan likuiditas perbankan tetap aman dengan rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) di level 25,36%, jauh lebih tinggi dari rata-rata sejarah 15%.