Hasil FOMC (Federal Open Market Committee) menunjukkan bahwa komentar pejabat The Fed terhadap tingkat suku bunga Amerika dan data indeks kinerja sektor manufaktur yang membaik berhasil meredam kisruh sektor perbankan. Suku bunga Amerika dinaikkan sesuai ekspektasi sebesar 25 basis poin oleh The Fed. The Fed juga memberikan pernyataan akan kemungkinan akhir dari era kenaikan suku bunga karena Amerika memiliki potensi resesi ekonomi yang lebih cepat.
Data kinerja sektor manufaktur yang tergambar oleh indeks Manufaktur Institute for Supply Management (ISM) pada Bloomberg membaik di atas ekspektasi. Menurut Bloomberg, risiko kegagalan di sejumlah bank Amerika meningkat karena mengalami penurunan total komposisi deposit atau dana pihak ketiga perbankan. Selama sepekan pergerakan pasar Amerika cenderung terkonsolidasi negatif.
Tingkat dan ekspektasi inflasi di Eropa yang cenderung masih tinggi ditandai oleh data Bloomberg CPI Core YoY dan CPI Estimate YoY. Hal ini menjadi pemicu European Central Bank (ECB) menaikkan suku bunga fasilitas deposit sebesar 25 basis poin menjadi 3,25%.
ECB juga menyatakan bahwa kebijakan selanjutnya masih akan ketat karena didasari oleh penilaian prospek inflasi. Meskipun demikian, penurunan harga komoditas energi menjadi penyeimbang optimisme pasar di Eropa dan membuat pasar Eropa cenderung terkonsolidasi.
Indeks Purchasing Managers Caixin Cina rilis lebih rendah dari perkiraan, yakni 49,5 di bawah level ekspansi. Menurut Bloomberg, hal ini terjadi sebagai bukti pemulihan ekonomi yang belum merata dengan pembelian sektor manufaktur yang terkontraksi. Hal ini membebani pergerakan indeks CSI 300 Cina pada sebagian besar pasar saham di Asia yang cenderung menguat sekaligus merespons potensi jeda kenaikan suku bunga The Fed pada bulan depan.
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) merevisi proyeksi ekonomi Asia. Pembukaan kembali (re-opening) ekonomi Cina akan sangat penting bagi kawasan Asia karena akan lebih berfokus pada konsumsi dan permintaan sektor jasa daripada investasi.
Setelah tumbuh 3,8% pada tahun 2022 dan menyumbangkan 70% dari pertumbuhan ekonomi global, tahun ini ekonomi Asia diproyeksikan akan mengalami ekspansi 4,6%. Cina dan India diperkirakan akan menjadi mesin pendorong yang mana pertumbuhan masing-masing berada di angka 5,2% dan 5,9%, Namun, pertumbuhan negara-negara lain di Asia diyakini akan mencapai dasarnya (bottoming out) tahun ini.
Data ekonomi Indonesia yang dirilis pekan ini relatif sangat baik. Hal ini bisa dilihat dari naiknya indeks PMI Manufaktur, tingkat inflasi yang melambat, pertumbuhan ekonomi yang tumbuh positif secara tahunan, serta turunnya tingkat pengangguran. Pasar obligasi bergerak positif terlihat dari imbal hasil obligasi acuan tenor 10 tahun Indonesia yang turun selama sepekan.
Nilai tukar rupiah terdepresiasi tipis ke level Rp14.675 rupiah per USD. Pasar saham terkoreksi cukup signifikan ditandai dengan IHSG dan Indeks LQ45 yang turun lebih dari 1% karena investor cenderung mencari langkah aman menjelang pembagian dividen. Saham-saham pertambangan energi turun paling dalam ditandai oleh indeks sektor energi yang alami pelemahan lebih dari 6%. Turunnya harga batu bara pun menjadi alasan investor untuk melakukan aksi ambil untung terlepas pencatatan pembagian dividen emiten pertambangan yang sangat besar.