Pekan pertama tahun 2024 investor cenderung bersikap hati-hati serta melakukan aksi ambil untung jangka pendek setelah pasar saham—terutama sektor teknologi—berhasil menutup tahun 2023 dengan sangat baik di tengah suku bunga tinggi. Bahkan, investor pun antusias menyambut perkembangan kecerdasan buatan.
Keraguan terhadap apresiasi investor yang berlebihan terhadap masa depan tingkat suku bunga menjadi faktor utama. Data indeks kinerja sektor manufaktur sedikit membaik di akhir tahun, mengiringi perekrutan tenaga kerja yang meningkat.
Hasil risalah The Federal Open Market Comittee (FOMC) memberikan sinyal pemangkasan tingkat suku bunga, tapi beberapa anggota The Fed tetap melihat suku bunga mungkin tetap bertahan di level tinggi. Pekan ini investor fokus pada data tingkat inflasi yang akan rilis dengan ekspektasi terjadi peningkatan secara bulanan maupun tahunan.
Tingkat inflasi Eropa secara inti melambat, tapi secara keseluruhan tetap tinggi sesuai ekspektasi dan pernyataan pejabat The European Central Bank (ECB) mengenai arah kebijakan suku bunga Eropa yang masih lebih hawkish. Hal ini membuat investor bersikap hati-hati pada pekan awal tahun 2024.
Ancaman tingkat inflasi dianggap belum usai, disertai kenaikan mayoritas harga komoditas global. Selanjutnya, investor akan menunggu data penjualan ritel, indeks kepercayaan konsumen, dan tingkat pengangguran sembari menanti sentimen positif global.
Kekhawatiran akan perlambatan pertumbuhan di Tiongkok masih menghantui, menyusul lemahnya data resmi Purchasing Manager’s Index (PMI) yang terbit di awal minggu ini. Pemerintah Tiongkok baru-baru ini juga menurunkan angka produk domestik bruto untuk tahun 2023, yang dapat menjadi pertanda lemahnya angka untuk tahun 2024.
Data PMI Tiongkok dan juga gempa bumi di bagian tengah Jepang yang sempat mengganggu layanan kereta api menjadi sentimen negatif. Data manufacturing PMI yang rilis memperlihatkan pelemahan lebih lanjut pada aktivitas sektor manufaktur di Asia bulan lalu, seiring lesunya pemulihan ekonomi Tiongkok yang menghambat bangkitnya permintaan.
Katalis yang rilis cenderung positif untuk pasar saham Indonesia, yang mana mampu mendorong optimisme investor selama sepekan. Aktivitas manufaktur Indonesia terus meningkat menunjukkan ekspansi yang berlangsung selama 28 bulan berturut-turut.
Data PMI yang diterbitkan oleh S&P Global pada 2 Januari 2024 menunjukkan bahwa sebagian besar pabrik di wilayah Asia mengalami perlambatan dalam pesanan dan produksi baru, sementara biaya input meningkat. Inflasi tahun ke tahun pada Desember tercatat sebesar 2,61%, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 2,86%. Di sisi lain inflasi sepanjang tahun 2023 atau year-to-date (ytd) mencapai 2,61% yang mana lebih rendah dari tahun 2022 (5,51%), tetapi lebih tinggi dari tahun 2021 (1,87%).
Namun, pasar obligasi cenderung terbawa tekanan sentimen negatif secara global, seperti: investor global yang kembali meragukan The Fed dapat memangkas suku bunga pada pertemuan FOMC bulan Maret 2024 dan permintaan aset haven yang kembali meningkat secara global mengingat adanya aksi ambil untung pada pasar saham yang melonjak rata-rata belasan persen selama 2023 secara indeks. Kedua hal ini pun menjadi faktor utama terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika.