Market Update 8 April 2025

writter Lanjar Nafi

Pasar Amerika: Wall Street Terguncang

Pekan lalu Wall Street dihantam badai ketidakpastian yang dipicu oleh kebijakan tarif besar-besaran Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Aksi jual dimulai sejak awal minggu, terutama di saham teknologi seperti Amazon dan Microsoft, setelah data ekonomi AS menunjukkan pemulihan belanja konsumen yang lemah dan inflasi yang meningkat.

Kekhawatiran pasar semakin dalam setelah survei Universitas Michigan mengindikasikan lonjakan ekspektasi inflasi ke level tertinggi dalam 2,5 tahun terakhir. Semuanya terjadi di tengah bayang-bayang pengumuman tarif yang akan datang.

Situasi memuncak pada Rabu, saat Trump resmi mengumumkan tarif dasar 10% untuk seluruh impor dan pungutan tambahan pada mitra dagang utama AS. Investor bereaksi keras; indeks volatilitas atau fear gauge CBOE melonjak, mencerminkan kecemasan yang mendalam.

Meski indeks saham sempat pulih menjelang pengumuman, kejelasan soal tarif justru memperkuat kekhawatiran akan perang dagang dan inflasi berkepanjangan, memperburuk tekanan yang sudah ada selama berminggu-minggu.

Kepanikan memuncak pada Kamis dan Jumat, ketika pasar tersungkur dalam dua hari beruntun. S&P 500 kehilangan nilai pasar hingga USD2,4 triliun, dan Nasdaq resmi masuk ke wilayah bear market untuk pertama kalinya sejak pandemi.

Respons keras dari negara-negara seperti Tiongkok dan Uni Eropa yang berjanji akan membalas tarif tersebut makin menambah kekhawatiran akan resesi global. Dengan indeks volatilitas CBOE menembus 30 poin, sentimen pasar untuk sementara berada dalam mode defensif penuh, menanti langkah selanjutnya dari Washington dan reaksi pasar global.

Pasar Eropa: Tarif Balasan & Perang Dagang Global Picu Kepanikan Pasar

Pasar saham Eropa mengalami volatilitas tajam sepanjang pekan, dimulai dengan sedikit rebound pada Selasa setelah mencapai level terendah dua bulan. Optimisme awal sempat muncul karena investor masih memegang harapan pada stimulus fiskal Jerman dan potensi perlambatan ekonomi AS yang bisa membuat Eropa terlihat lebih menarik.

Namun, suasana pasar tetap tegang menjelang batas waktu 2 April untuk tarif timbal balik dari AS. Kekhawatiran meningkat setelah laporan menyebutkan bahwa AS tengah menyiapkan tarif hingga 20% untuk sebagian besar barang impor, yang memicu ketidakpastian dan membuat investor ragu-ragu.

Kekhawatiran tersebut terbukti pada Rabu malam saat Presiden AS resmi mengumumkan tarif perdagangan yang lebih agresif dari ekspektasi, termasuk tarif 20% untuk barang dari Uni Eropa dan 10% dari Inggris. Aksi jual semakin dalam pada Kamis pagi ketika pasar bereaksi negatif terhadap keputusan Trump.

Indeks STOXX 600 dan DAX Jerman langsung melorot, terseret sektor kesehatan dan industri, sementara investor cemas akan dampak terhadap pertumbuhan global dan inflasi. Otoritas Eropa pun merespons dengan hati-hati, menekankan perlunya tindakan balasan yang proporsional tanpa memperburuk ketegangan perdagangan lebih lanjut.

Puncaknya terjadi pada Jumat ketika Tiongkok membalas tarif AS dengan langkah-langkah balasan yang keras, termasuk tarif tambahan 34% dan pembatasan ekspor mineral penting. Efeknya langsung terasa, saham Eropa berguguran, indeks STOXX 600 dan DAX Jerman resmi masuk wilayah koreksi, dan volatilitas pasar melonjak tajam.

Kekhawatiran akan resesi global kembali mencuat, memicu pelarian modal ke aset safe-haven dan menjatuhkan imbal hasil obligasi zona euro. Pasar kini menanti bagaimana respons lanjutan dari negara-negara besar lainnya, sambil tetap waspada terhadap dampak jangka panjang dari perang dagang yang semakin memanas ini.

Pasar Asia: Tarif Global & Ketidakstabilan Politik Picu Sentimen Negatif

Pasar saham Asia mengalami gejolak yang signifikan sepanjang pekan, seiring meningkatnya kekhawatiran investor terhadap kebijakan tarif perdagangan baru dari Presiden AS. Awal pekan ditandai dengan sikap wait and see, terutama pada Rabu, saat investor mulai memperhitungkan potensi dampak dari kebijakan “tarif timbal balik” yang dikabarkan akan diumumkan. Meski demikian, sebagian pelaku pasar melihat peluang jangka panjang di balik ketidakpastian, khususnya pada saham-saham yang terekspos pada tren AI (akal imitasi), yang dianggap tetap menarik meski pasar sedang berfluktuasi.

Namun, sentimen cepat berubah pada Kamis ketika Presiden AS resmi menetapkan tarif besar-besaran terhadap lebih dari 180 negara, termasuk negara-negara utama di Asia seperti Tiongkok, India, Korea Selatan, dan Australia. Beberapa negara Asia Tenggara bahkan mendapatkan tarif tertinggi, meski sebelumnya justru diuntungkan dari perang dagang AS-Tiongkok.

Para analis menilai bahwa skala tarif yang diberlakukan melebihi ekspektasi pasar dan akan menjadi hambatan besar terhadap pertumbuhan ekonomi kawasan, mengingat ketergantungan tinggi Asia terhadap ekspor, termasuk ke AS yang menyumbang sekitar 15% dari ekspor kawasan.

Tekanan terus berlanjut pada Jumat, dengan bursa Tokyo memimpin pelemahan setelah Wall Street mengalami penurunan tajam. Sentimen pasar semakin rapuh, diperburuk oleh ketidakstabilan politik di Korea Selatan setelah Mahkamah Konstitusi memberhentikan Presiden Yoon Suk Yeol.

Di sisi lain, pasar Hong Kong dan Tiongkok tutup karena perayaan Festival Qingming. Secara keseluruhan, Asia terkena dampak dari eskalasi perang dagang global, membuat investor semakin defensif dan menahan diri dari aset berisiko.

Pasar Indonesia: IHSG Libur, Pasar Global Bergejolak: Waspadai Dampak Perang Dagang Pasca-Lebaran

Bursa saham Indonesia tengah memasuki masa libur panjang Lebaran, membuat aktivitas pasar domestik vakum lebih dari sepekan. Di tengah ketenangan lokal ini, gejolak besar justru terjadi di pasar global. Sentimen negatif mendominasi bursa saham AS, Eropa, dan Asia, terutama dipicu oleh kebijakan tarif timbal balik yang agresif dari Presiden AS. Ketegangan dagang global meningkat tajam setelah AS menetapkan tarif tinggi terhadap lebih dari 180 negara, yang langsung memicu reaksi balasan dari mitra dagang utama seperti Tiongkok.

Sementara IHSG tidak mencatat pergerakan, pelaku pasar tetap waspada mengamati tekanan dari luar negeri yang bisa memengaruhi arah pasar pasca-libur. Koreksi tajam di indeks global, lonjakan volatilitas, serta kekhawatiran akan perlambatan ekonomi dunia menjadi potensi risiko yang harus diantisipasi saat bursa Tanah Air kembali dibuka. Libur panjang ini bisa menjadi momen refleksi sekaligus persiapan untuk menyambut periode perdagangan yang penuh tantangan ke depan.


SMBC Indonesia tidak bertanggung jawab atas pernyataan apa pun sehubungan dengan keakuratan atau kelengkapan informasi yang terkandung pada artikel ini atau atas kehilangan atau kerusakan yang timbul dari penggunaan isi artikel ini.
Informasi yang terkandung dalam artikel ini adalah informasi publik, tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya menjadi dasar pengambilan keputusan. Pengguna tidak boleh menyalin atau menggunakan isi artikel ini untuk tujuan apa pun atau mengungkapkan isinya kepada orang lain tanpa persetujuan sebelumnya dari SMBC Indonesia. Isi artikel ini dapat berubah tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Pengguna disarankan untuk menilai kemampuan sendiri dalam menanggung risiko keuangan dan lainnya terkait investasi atau produk apa pun, dan untuk membuat penilaian independen atau mencari nasihat independen sehubungan dengan masalah apa pun yang tercantum pada artikel ini.