Market Update 7 Juli 2025

writter Lanjar Nafi

Pasar Amerika: Animal spirits Investor Dorong S&P 500 dan Nasdaq Cetak Rekor Beruntun

Wall Street menutup pekan yang penuh gejolak dengan sebuah pesta pora. Digerakkan oleh euforia investor yang nyaris tak terbendung, indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite berulang kali memecahkan rekor penutupan tertinggi, seolah menepis segala kekhawatiran yang sempat muncul pada pertengahan minggu.

Pekan ini bak sebuah roller coaster. Dimulai dengan optimisme tinggi, sempat goyah oleh aksi jual saham teknologi karena dinilai sudah terlalu mahal (overbought), tapi berakhir dengan ledakan sentimen bullish yang dahsyat.

Para analis menggambarkan sentimen ini sebagai kebangkitan “animal spirits” (roh hewani); bahkan menyebutnya sebagai “euforia yang cenderung irasional”. Menariknya, reli ini tampak dipimpin oleh gelombang investor ritel yang spekulatif, sementara para pemain besar atau investor institusional justru memilih langkah yang lebih hati-hati.

Beberapa katalis utama yang menjadi pendorong ledakan di pasar antara lain di bawah ini.

  1. Stimulus raksasa: pengesahan rancangan undang-undang (RUU) pemotongan pajak dan belanja triliunan dolar dari Presiden Amerika Serikat Trump. Trump sukses menyuntikkan adrenalin ke pasar, meskipun ada kekhawatiran tentang lonjakan utang negara.

  2. Kabar dagang positif: kesepakatan dagang dengan Vietnam dan sinyal positif dari perundingan dengan India berhasil meredakan ketegangan, walau ancaman tenggat waktu tarif 9 Juli masih membayangi.

  3. Ledakan lapangan kerja: laporan tenaga kerja non-pertanian yang jauh melampaui ekspektasi menjadi kejutan besar pada hari Kamis. Data ini begitu kuat sehingga pasar mengabaikan fakta bahwa The Fed kemungkinan kecil akan menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.

  4. Fenomena Nvidia: lonjakan saham Nvidia yang nyaris menyentuh valuasi $4 triliun menjadi simbol sempurna dari kegilaan di sektor teknologi.

Setelah sepekan yang liar, di bawah ini rapor akhir pasar dengan volume perdagangan yang sempat menipis jelang libur Kemerdekaan 4 Juli.

  • S&P 500: naik 1,72%, ditutup pada rekor baru 6.279,36.

  • Nasdaq Composite: melonjak 1,62%, mencapai 20.601,10.

  • Dow Jones Industrial Average: melesat 2,30%, berakhir di 44.828,53.

Euforia mungkin sedang di puncak, tetapi para investor kini menahan napas menantikan beberapa agenda penting yang akan menentukan arah pasar selanjutnya seperti di bawah ini.

  • Batas waktu tarif 9 Juli: akankah ketegangan dagang kembali memanas?

  • Data inflasi: angka inflasi akan menjadi petunjuk krusial bagi langkah The Fed berikutnya.

  • Musim laporan keuangan: laporan pendapatan kuartal kedua akan segera dimulai, menguji apakah fundamental perusahaan sekuat harga sahamnya.

Pasar Eropa: Sempat Meroket, Tapi Kembali Dibayangi Hantu Tarif Amerika Serikat

Pasar saham Eropa terjebak dalam roller coaster emosi pekan ini. Investor terombang-ambing antara pesimisme mendalam pada awal pekan, ledakan optimisme di pertengahan minggu, hingga kembali bersikap waspada menjelang penutupan. Hasilnya, bursa Benua Biru harus puas berakhir dengan sedikit pelemahan tipis.

Pekan dibuka di bawah awan gelap. Kecemasan investor memuncak pada Senin dan Selasa, dipicu oleh dua kekhawatiran utama dari seberang Atlantik: tenggat waktu tarif Amerika Serikat pada 9 Juli yang semakin dekat dan potensi lonjakan utang akibat rancangan undang-undanf pajak Amerika Serikat. Akibatnya, indeks pan-Eropa STOXX 600 tertekan, dengan sektor perbankan dan pertambangan menjadi korban utama dari ketidakpastian ekonomi ini.

Angin segar berhembus kencang di pertengahan pekan, membalikkan keadaan secara dramatis. Beberapa katalis positif memicu reli antara lain adalah di bawah ini.

  1. Energi hijau bersinar: saham energi terbarukan seperti Vestas, meroket pada hari Rabu setelah Senat AS meloloskan RUU anggaran yang menguntungkan industri hijau.

  2. Ledakan data kerja Amerika Serikat: laporan pekerjaan Amerika Serikat yang sangat kuat pada hari Kamis untuk sementara waktu berhasil menepis awan resesi dan menyuntikkan kepercayaan diri ke pasar.

  3. Harapan dagang: sinyal positif dari perundingan dagang, termasuk kesepakatan AS dengan Vietnam dan harapan baru untuk perjanjian dengan Uni Eropa, mengangkat sektor-sektor sensitif seperti otomotif dan perbankan.

Sayangnya, euforia itu hanya sesaat. Menjelang akhir pekan, investor kembali ke mode hati-hati. Hantu tarif 9 Juli yang belum menemui kejelasan kembali menghantui pasar, menyebabkan bursa ditutup melemah pada hari Jumat. Sektor perbankan dan sumber daya dasar yang sempat pulih, kembali tergelincir.

Secara keseluruhan, pekan yang penuh gejolak ini menunjukkan betapa sensitifnya pasar Eropa terhadap dinamika politik dan ekonomi di Amerika Serikat. Pertarungan antara harapan pemulihan dan ancaman perang dagang terus mendominasi pikiran para investor.

Pasar Asia: Tiongkok Bergejolak, Hong Kong Kontras, Jepang Menanti dalam Diam

Pasar saham Asia menyajikan tiga cerita yang sangat berbeda pekan ini. Sementara Tiongkok terjebak dalam pertarungan sengit antara stimulus domestik dan ancaman eksternal, Hong Kong menampilkan paradoks antara ekonomi yang lesu dan pasar IPO yang membara. Di sisi lain, Jepang memilih untuk “membeku”, menanti dengan waspada di tengah ketidakpastian perdagangan global.

Pasar saham Tiongkok bergerak liar dalam pertempuran antara optimisme dan kecemasan. Sentimen investor ditarik ke dua arah yang berlawanan sepanjang minggu. Pendorong optimisme antara lain sebagai berikut.

  1. Sinyal pemulihan pabrik: data manufaktur (PMI) baik dari pemerintah maupun Caixin menunjukkan tanda-tanda perbaikan, memicu harapan pemulihan ekonomi.

  2. Kabar baik dari Amerika Serikat & Beijing: Di tengah ketegangan, Amerika Serikat secara tak terduga melonggarkan pembatasan ekspor software desain cip. Pada saat yang sama, Beijing mengumumkan paket investasi infrastruktur jumbo senilai 800 miliar yuan.

  3. Hantu Tarif Trump: Namun, setiap kali reli hendak terbentuk, “hantu” tenggat waktu tarif yang ditetapkan oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali muncul, memicu aksi jual dan meredam optimisme.

Hasilnya, sebuah pekan yang sangat fluktuatif ketika pasar terombang-ambing tanpa arah yang jelas antara harapan dan ketakutan.

Berbeda dari Tiongkok daratan, pasar Hong Kong menampilkan sebuah narasi yang penuh kontras. Pasar secara umum cenderung tertekan. Sentimen negatif dipicu oleh data ekonomi lokal yang lemah, di mana indeks PMI menunjukkan sektor swasta semakin terpuruk. Persaingan brutal di sektor teknologi, terutama setelah Alibaba mengumumkan program subsidi besar-besaran, semakin menekan saham-saham e-commerce.

Di tengah kelesuan ini, ada satu sektor yang berpesta pora: penawaran umum perdana (IPO). Hong Kong menyaksikan serangkaian debut saham baru dengan lonjakan harga yang spektakuler. Laporan dari PwC bahkan memperkirakan kota ini akan menjadi pemimpin global dalam penggalangan dana IPO pada tahun 2025. Ini menciptakan gambaran unik tentang pasar modal yang bersemangat di tengah ekonomi riil yang sedang berjuang.

Bursa Tokyo bergerak dengan sangat hati-hati, seolah menahan napas. Setelah sepekan perdagangan yang choppy (naik-turun dalam rentang sempit), pasar berakhir nyaris datar. Alasan utama keheningan antara lain seperti di bawah ini.

  • Ketidakpastian total seputar negosiasi dagang dengan Amerika Serikat.

  • Komentar Presiden Trump tentang perdagangan yang “tidak adil”, khususnya yang menargetkan sektor otomotif.

  • Tenggat waktu tarif yang mendekat, membuat investor enggan mengambil risiko.

Meskipun ada sedikit penopang dari harapan pemangkasan suku bunga The Fed dan data belanja rumah tangga Jepang yang naik kuat, itu tidak cukup untuk membangkitkan gairah pasar. Investor memilih untuk menunggu di sela-sela, menyebabkan indeks Nikkei bergerak stagnan dan menutup pekan tanpa perubahan berarti.

Pasar Indonesia: Rentetan Data Buruk Gulingkan IHSG, Obligasi Justru Berkilau

Pasar keuangan Indonesia mengawali pekan dengan optimisme tinggi. Pada hari Senin, sentimen investor terangkat oleh harapan kemajuan negosiasi dagang global yang memicu spekulasi penurunan suku bunga The Fed. Katalis positif ini berhasil mendorong IHSG melesat 0,44%, dengan saham-saham seperti TLKM dan BRPT menjadi motor penggerak utama.

Pasar obligasi pun tak ketinggalan, dengan imbal hasil (yield) obligasi acuan 10 tahun turun ke level 6,628%. Namun, euforia ini tidak bertahan lama. Memasuki hari Selasa, sentimen berbalik arah secara drastis setelah rilis data Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia yang kembali jatuh ke zona kontraksi di level 46,9, menandakan pelemahan permintaan domestik yang signifikan dan menjadi katalis negatif utama yang menekan IHSG.

Memasuki pertengahan pekan, sentimen negatif semakin mendominasi pasar dari sisi domestik. Pada hari Rabu, rilis data pendapatan negara semester pertama yang tercatat sebagai yang terendah dalam tiga tahun terakhir menjadi katalis utama pelemahan pasar. Realisasi yang baru mencapai 40% dari target APBN ini menekan IHSG hingga turun 0,49% dan untuk pertama kalinya setelah lima hari, pasar obligasi juga ikut terkoreksi.

Tekanan semakin menjadi-jadi pada hari Kamis, di mana sentimen bearish diperparah oleh aksi jual investor asing secara masif. Aksi net sell yang detailnya mencapai Rp1 triliun dalam sehari menjadi katalis utama yang menumbangkan bursa, terutama menekan saham-saham di sektor keuangan.

Pada akhir pekan, ketidakpastian global kembali menjadi sorotan utama yang menekan pasar. Pada hari Jumat, sentimen investor dibayangi oleh pernyataan Presiden Amerika Serikat mengenai ancaman penerapan tarif impor sepihak terhadap negara-negara mitra dagangnya. Katalis ini memicu aksi jual lanjutan pada aset berisiko, membuat IHSG dan LQ45 kembali ditutup di zona merah.

Di tengah pelemahan pasar saham, pasar obligasi justru menunjukkan ketahanan. Imbal hasil obligasi acuan sepuluh tahun turun ke level 6,587% di penutupan pekan, didukung oleh apresiasi tipis rupiah. Pergerakan kontras ini menunjukkan bahwa sementara sentimen di pasar saham sangat rapuh terhadap berita domestik dan global, pasar obligasi masih menyimpan harapan adanya ruang pelonggaran moneter dari Bank Indonesia.


SMBC Indonesia tidak bertanggung jawab atas pernyataan apa pun sehubungan dengan keakuratan atau kelengkapan informasi yang terkandung pada artikel ini atau atas kehilangan atau kerusakan yang timbul dari penggunaan isi artikel ini.
Informasi yang terkandung dalam artikel ini adalah informasi publik, tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya menjadi dasar pengambilan keputusan. Pengguna tidak boleh menyalin atau menggunakan isi artikel ini untuk tujuan apa pun atau mengungkapkan isinya kepada orang lain tanpa persetujuan sebelumnya dari SMBC Indonesia. Isi artikel ini dapat berubah tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Pengguna disarankan untuk menilai kemampuan sendiri dalam menanggung risiko keuangan dan lainnya terkait investasi atau produk apa pun, dan untuk membuat penilaian independen atau mencari nasihat independen sehubungan dengan masalah apa pun yang tercantum pada artikel ini.