Kinerja sektor manufaktur dan tingkat pengangguran Amerika membaik sehingga memperkuat anggapan The Fed terhadap perekonomian yang lebih solid, yaitu mampu menghindari resesi.
Pada data Bloomberg, ISM Manufacturing naik menjadi 46.4 dari 46.0, sedangkan tingkat pengangguran turun dari 3,6% menjadi 3.5% (Juli 2023).
Meski demikian, sentimen positif tersebut terempas secara signifikan oleh Fitch Ratings. Lembaga pemeringkatan tersebut memangkas rating utang Amerika dari sempurna AAA menjadi AA+, dengan fokus penilaian pada menumpuknya utang Amerika dalam beberapa tahun terakhir. Penumpukan utang tersebut sebagian besar karena stimulus pandemi dan pemotongan pajak serta perseteruan plafon utang yang berkepanjangan.
Pasar saham maupun obligasi terperosok selama sepekan. Indeks NASDAQ memimpin pelemahan dan imbal hasil obligasi acuan tenor 10 tahun Amerika naik lebih dari 2%. Pekan ini investor akan melanjutkan stigma negatif pemangkasan rating utang dan fokus pada data tingkat inflasi Amerika yang akan rilis.
Tingkat inflasi zona Eropa lebih tinggi daripada yang diprakirakan. Hal ini memicu langkah European Central Bank yang lebih ketat di tengah tekanan kuat pada sektor manufaktur dan pertumbuhan penjualan ritel zona Eropa.
Pada data Bloomberg, tingkat inflasi inti zona Eropa tetap berada dalam level 5%, HCOB Eurozone Manufacturing PMI tetap berada pada zona kontraksi yang melebar, dan Retail Sales YoY masih bergerak negatif pada Juli 2023.
Selain itu, sentimen negatif dari pemangkasan rating utang Amerika memberikan dampak negatif terhadap optimisme pasar. Mayoritas indeks utama di Eropa turun, dipimpin oleh indeks DAX di Jerman yang juga turun lebih dari 3% selama sepekan.
Optimisme pasar terhadap rencana stimulus tambahan dari pemerintah Cina dan pelongaran kebijakan Bank of Japan berhasil meredam sedikit tekanan negatif sentimen global.
Cina merilis serangkaian kebijakan untuk memudahkan perlintasan di perbatasannya demi mendukung pemulihan ekonomi pasca-Covid. PBOC pun akan memperluas dukungan untuk penerbitan obligasi perusahaan swasta dan memenuhi kebutuhan pembiayaan yang wajar dari pengembang. Hal ini bertujuan agar terjadi perkembangan pasar perumahan yang sehat dan bisa menahan tren positif CSI 300 selama sepekan.
BOJ secara efektif melonggarkan kebijakan Yield Curve Control (YCC) hingga ke batas 1,00% guna mengantisipasi ketidakpastian prospek inflasi. Pekan ini, investor terfokus pada data aktivitas ekspor impor dan tingkat inflasi di Cina.
Selama sepekan, seluruh pasar aset kelas turun. Penurunan pasar obligasi ditandai dengan imbal hasil acuan tenor 10 tahun yang naik. Hal ini menjadi tren kenaikan mingguan beruntun selama 3 minggu terakhir.
Penurunan pasar saham ditandai dengan IHSG yang turun dan merupakan penurunan mingguan pertamanya sejak 5 minggu terakhir. Nilai tukar rupiah pun terdepresiasi, yang mana merupakan depresiasi mingguan lanjutan beruntun selama 3 minggu terakhir.
Sentimen yang menjadi faktor negatif utama di antaranya: BOJ secara efektif melonggarkan kebijakan Yield Curve Control (YCC) dan pemangkasan rating utang Amerika oleh Fitch Ratings dari AAA ke AA+.
Dari dalam negeri data masih cukup solid, seakan menguatkan langkah Bank Indonesia yang memilih untuk mempertahankan tingkat suku bunga seperti pertumbuhan kinerja sektor manufaktur meningkat dan tingkat inflasi Indonesia yang melambat lebih daripada ekspektasi.
Selanjutnya, investor akan mengantisipasi data GDP Indonesia kuartal ke-2 tahun 2023 setelah diprakirakan lebih lambat daripada periode yang sama pada tahun lalu.
Menurut data Bloomberg, GDP Indonesia kuartal ke-2 tahun 2023 memiliki survei pada level 5,00% secara tahunan. Faktor eksternal menjadi sentimen utama karena Indonesia tetap tidak bisa terhindar dari kelesuan permintaan global.