Market Update 30 Oktober 2023

writter Lanjar Nafi Taulat Ibrahimsyah

Pasar Amerika: Pertumbuhan Ekonomi Gagal Jadi Sentimen Positif

Tensi geopolitik yang meluas membuat investor cenderung mengambil langkah aman. Aset haven seperti emas dan USD jadi instrumen yang paling dicari. Hal ini terlihat dari data Bloomberg: Dollar Index naik 0,37% dan harga emas naik 1,26% selama sepekan.

Data GDP Amerika yang rilis jauh di atas ekspektasi gagal menutup penurunan indeks utama di Wallstreet. GDP Annualized kuartal ke-3 secara QoQ naik ke level 4,9% dari 2,1% karena peningkatan di sektor properti dan konsumsi pribadi masyarakat.

Personal Consumption naik secara signifikan ke level 4,0% dari 0,8% dan New Home Sales naik menjadi 759k dari 675k pada September.

Pekan ini investor akan fokus pada hasil FOMC yang membahas ekonomi dan arah kebijakan selanjutnya, meskipun hampir dipastikan tidak ada kenaikan suku bunga.

Pasar Eropa: Turunnya Komoditas Energi Jadi Angin Segar

Faktor geopolitik juga menyebar ke Eropa. Pasar saham Eropa terkoreksi, tapi cenderung lebih stabil karena European Central Bank (ECB) memilih untuk menahan tingkat suku bunga.

Pada data Bloomberg, ECB Deposit Facility Rate tidak berubah di level 4,0% dan ECB Main Refinancing Rate tidak berubah di level 4,5%.

Selain itu, sentimen positif pada akhir pekan datang dari turunnya harga batu bara dan minyak dunia.

Hal ini membuat investor berspekulasi dorongan pertumbuhan inflasi di Eropa jelang akhir tahun akan cenderung berkurang. Selanjutnya investor akan memperhatikan data Pertumbuhan GDP dan Inflasi di zona Eropa yang akan rilis dipekan ini.

Pasar Asia: Tambahan Stimulus Jadi Penopang Penguatan Pasar

Stimulus baru Tiongkok fokus pada berbagai sektor ekonomi baru dan isu perubahan iklim dinilai positif untuk pertumbuhan ekonomi. Presiden Tiongkok, Xi Jinping, meningkatkan dukungan stimulus ekonomi seperti menerbitkan utang negara tambahan dan peningkatan rasio defisit anggaran.

Para ekonom memperkirakan pertumbuhan ekonomi Tiongkok sekitar 5% tahun ini dan sekitar 4,5% hingga 5% tahun depan. Meskipun ada masalah di sektor properti, secara keseluruhan ekonomi Tiongkok telah stabil.

Sentimen positif tersebut berhasil membuat indeks utama di Tiongkok dan Hong Kong tutup di zona positif. Pekan ini investor akan fokus pada data kinerja sektor manufaktur dan jasa di Tiongkok; serta data penjualan ritel, industri, dan kebijakan Bank of Japan yang akan rilis.

Pasar Indonesia: Insentif & APBN yang Surplus Gagal Dorong Optimisme Investor

Selama sepekan pasar saham dan obligasi tertekan. IHSG dan LQ45 turun, selain itu imbal hasil obligasi acuan tenor 10 tahun mengalami kenaikan. Faktor utama yang mendasari hal ini adalah terdepresiasinya nilai tukar rupiah.

Rupiah terdepresiasi selama seminggu dan melanjutkan tren depresiasi mingguan sejak 8 minggu terakhir. Tensi geopolitik yang dikhawatirkan melebar telah memaksa investor melakukan antisipasi dan cenderung meminati aset haven seperti emas dan USD.

Bank Indonesia (BI) pun melakukan intervensi secara masif, bahkan kembali menggunakan suku bunga sebagai alat intervensi rupiah. Langkah yang dipilih tentu membuat pasar saham dan obligasi tertekan karena ancaman pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat di tengah suku bunga tinggi.

Beberapa rencana insentif yang akan dikeluarkan pemerintah dan pemaparan anggaran negara yang surplus gagal mendorong optimisme investor. Pemerintah akan memberikan insentif pada industri properti dengan subsidi PPN untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam situasi global yang penuh ketidakpastian.

Pemerintah juga akan menanggung PPN dan melanjutkan subsidi biaya bagi properti kalangan berpenghasilan rendah. Koordinasi fiskal dan moneter juga diperkuat untuk mengantisipasi ketidakpastian global dalam nilai tukar rupiah.

Menurut Kementerian Keuangan, surplus anggaran negara Indonesia mencapai Rp67,7 triliun pada akhir September. Pendapatan negara sebesar Rp2.035,6 triliun, naik 3,1% YoY. Sementara itu, pengeluaran negara sebesar Rp1.967,9 triliun, naik 2,8% YoY. Surplus anggaran tersebut setara dengan 0,32% dari PDB.


SMBC Indonesia tidak bertanggung jawab atas pernyataan apa pun sehubungan dengan keakuratan atau kelengkapan informasi yang terkandung pada artikel ini atau atas kehilangan atau kerusakan yang timbul dari penggunaan isi artikel ini.
Informasi yang terkandung dalam artikel ini adalah informasi publik, tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya menjadi dasar pengambilan keputusan. Pengguna tidak boleh menyalin atau menggunakan isi artikel ini untuk tujuan apa pun atau mengungkapkan isinya kepada orang lain tanpa persetujuan sebelumnya dari SMBC Indonesia. Isi artikel ini dapat berubah tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Pengguna disarankan untuk menilai kemampuan sendiri dalam menanggung risiko keuangan dan lainnya terkait investasi atau produk apa pun, dan untuk membuat penilaian independen atau mencari nasihat independen sehubungan dengan masalah apa pun yang tercantum pada artikel ini.