Risalah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 30 April sampai 1 Mei menunjukkan kekhawatiran para pembuat kebijakan mengenai kapan saatnya melonggarkan kebijakan. Hal ini membebani sentimen pasar saham dan obligasi AS selama sepekan terakhir.
Indeks Dow Jones memimpin pelemahan dengan turun lebih dari 2%, sedangkan indeks NASDAQ yang banyak berisi saham sektor teknologi tetap menguat lebih dari 1%.
Dalam pertemuan tersebut, pejabat Fed mencatat beberapa risiko positif terhadap inflasi, terutama dari peristiwa geopolitik, serta mencatat tekanan inflasi terhadap konsumen, terutama mereka yang berada pada skala upah yang lebih rendah.
Data penting yang akan dirilis pekan ini dan ditunggu investor antara lain tingkat kepercayaan konsumen, pengeluaran pribadi, dan Personal Consumption Expenditures (PCE) Deflator.
Pasar saham di Eropa mengalami koreksi selama sepekan terakhir, dipengaruhi oleh sentimen negatif dari risalah pertemuan FOMC Amerika Serikat. Koreksi ini terutama terlihat pada indeks FTSE 100 di Inggris dan CAC 40 di Prancis yang mencatat pelemahan signifikan.
Meskipun data indeks kepercayaan konsumen di Eropa menunjukkan peningkatan yang melebihi ekspektasi, euforia awal yang dirasakan oleh investor tidak mampu dipertahankan hingga akhir sesi perdagangan.
Sentimen positif dari data tersebut tidak cukup kuat untuk mengimbangi kekhawatiran yang dipicu oleh risalah FOMC. Selanjutnya, investor kini mengalihkan fokus mereka ke beberapa data ekonomi penting yang akan segera dirilis. Mereka menantikan data tingkat pengangguran, indeks kepercayaan ekonomi, dan tingkat inflasi di Zona Eropa.
Penurunan signifikan selama sepekan terakhir dialami pasar saham di Hong Kong bersamaan dengan pelemahan indeks utama di Tiongkok. Indeks Hang Seng mencatatkan penurunan tajam yang dipicu oleh aksi ambil untung investor yang bertindak hati-hati menjelang laporan pendapatan dari perusahaan teknologi besar seperti Nvidia Corp. yang dijadwalkan rilis minggu tersebut.
Sentimen pasar juga mendapat tekanan dari komentar Fitch Ratings mengenai ketidakpastian terkait paket penyelamatan baru yang ditujukan untuk sektor properti di Tiongkok, yang saat ini mengalami kelesuan. Ketidakpastian ini menambah kekhawatiran di kalangan investor tentang stabilitas ekonomi Tiongkok.
Selain itu, investor juga mencerna implikasi dari kebijakan pelonggaran moneter yang dilakukan sejumlah bank sentral di tengah tantangan inflasi yang masih berlanjut. Risalah pertemuan FOMC terbaru yang dibacakan memberikan pandangan mengenai langkah-langkah kebijakan masa depan, yang turut memengaruhi sentimen pasar global.
Perdagangan saham dan obligasi yang relatif lebih pendek selama sepekan membuat investor mengambil langkah antisipatif. Selain itu, para investor juga perlu waspada terhadap hasil risalah pertemuan FOMC (FOMC Minute) yang dirilis ketika bursa saham di Indonesia libur selama dua hari.
Meskipun hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia sesuai harapan, di mana tidak ada perubahan pada tingkat suku bunga, serta proyeksi pertumbuhan kredit dan ekonomi yang sejalan dengan ekspektasi, hal ini tetap tidak mampu meredakan rasa antisipasi di kalangan investor.
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 6,25% dalam RDG periode Mei 2024. BI melaporkan bahwa kegiatan ekonomi pada kuartal II 2024 tetap terjaga dengan baik, ditandai oleh kinerja positif sejumlah indikator seperti indeks keyakinan konsumen, indeks penjualan riil, dan Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur BI memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 akan berada di kisaran 4,7% hingga 5,5%.
Di bawah ini merupakan reksa dana pendapatan tetap yang telah catatkan total return di atas 2% dalam 1 bulan terakhir per 22 Mei 2024.
Ashmore Dana Obligasi Nusantara
Mandiri Investa Obligasi Nasional
Manulife Obligasi Negara Indonesia II