Market Update 21 April 2025

writter Lanjar Nafi

Pasar Amerika: Volatilitas Menghantui Wall Street

Pasar saham Amerika Serikat (AS) bergerak naik turun sepanjang pekan kemarin, dengan berbagai sentimen saling tarik-menarik. Awal pekan dibuka positif, terutama setelah kabar bahwa Apple dan produk teknologi lainnya mendapat perkecualian dari tarif baru yang diumumkan pemerintah AS.

Hal di atas mendorong penguatan pada indeks S&P 500 dan memberikan sentimen sementara bagi investor. Namun, optimisme itu cepat terkikis karena masih ada ketidakjelasan terkait kebijakan tarif jangka panjang. Presiden AS menyatakan akan mengenakan tarif baru pada impor semikonduktor, serta penyelidikan terhadap sektor farmasi juga diumumkan, yang memperkuat kekhawatiran akan dampak lanjutan terhadap rantai pasokan global.

Ketegangan meningkat pada Selasa dan Rabu, ketika pasar mulai merespons potensi dampak jangka panjang dari kebijakan perdagangan yang semakin agresif. Meski saham-saham perbankan seperti Bank of America dan Citigroup mencatat kinerja keuangan yang solid, sektor konsumen dan kesehatan mengalami tekanan cukup besar.

Kondisi tersebut diperparah oleh peringatan dari Nvidia soal biaya tinggi akibat pembatasan ekspor cip ke Tiongkok yang menyeret saham sektor teknologi lebih dalam. Komentar dari Ketua Federal Reserve Jerome Powell menambah beban saat ia mengungkapkan inflasi bisa meningkat dan pertumbuhan ekonomi melambat akibat tarif yang tinggi. Ia juga menekankan The Fed akan bersikap hati-hati dan menunggu lebih banyak data sebelum mengubah arah kebijakan suku bunga.

Pada Kamis, pasar berusaha bangkit, didorong oleh penguatan saham Eli Lilly dan Apple, serta harapan baru dalam negosiasi dagang AS dengan Jepang. Presiden Trump juga menyampaikan keinginannya mencapai kesepakatan dengan Tiongkok, meskipun belum ada kepastian kapan pembicaraan akan kembali dimulai.

Indeks S&P 500 sempat mencatat kenaikan, tetapi mengendur menjelang penutupan sesi karena para trader cenderung mengambil posisi aman sebelum libur panjang Jumat Agung. Nasdaq bahkan berbalik ke zona merah, mencerminkan kehati-hatian pasar dalam menghadapi ketidakpastian global. Secara keseluruhan, pekan kemarin ditandai dengan volatilitas tinggi dan sentimen yang rapuh, di tengah kombinasi antara laporan keuangan, isu geopolitik, dan kebijakan suku bunga.

Pasar Eropa: Optimisme Awal Terkikis Tekanan Laporan Keuangan & Kebijakan Moneter

Pasar saham Eropa mengalami minggu yang penuh dinamika, dibuka dengan optimisme pada awal pekan setelah Presiden AS Donald Trump memberikan perkecualian tarif untuk barang elektronik utama seperti ponsel dan komputer dari Tiongkok.

Keputusan tersebut membawa angin segar ke pasar yang selama berminggu-minggu dihantui ketidakpastian akibat perang dagang. Sektor keuangan dan teknologi langsung merespons positif, dengan saham-saham perbankan dan perusahaan semikonduktor melonjak. Namun, sentimen ini masih dibayangi kekhawatiran jangka panjang, mengingat indeks acuan masih berada hampir 7% di bawah level sebelum kebijakan tarif diumumkan.

Memasuki pertengahan minggu, pasar mulai menghadapi tekanan baru. Meski indeks otomotif sempat naik karena sinyal pelonggaran tarif mobil dari Trump, laporan keuangan mengecewakan dari raksasa barang mewah seperti LVMH dan Christian Dior memicu koreksi tajam pada sektor fesyen dan kecantikan.

Pada hari Rabu, kekhawatiran kembali meningkat setelah ASML, pemasok alat pembuat cip terbesar dunia, menyatakan kebijakan tarif AS menambah ketidakpastian terhadap prospek bisnis mereka. Hal ini langsung menekan sektor semikonduktor dan memicu kekhawatiran akan penurunan laba perusahaan-perusahaan Eropa.

Pada akhir pekan perdagangan, pasar kembali melemah setelah Bank Sentral Eropa memangkas suku bunga untuk ketujuh kalinya tahun ini guna mendorong ekonomi yang sedang lesu. Meski kebijakan moneter ini diharapkan bisa memperkuat kepercayaan pasar, banyak pelaku pasar melihat bahwa langkah ini belum cukup untuk menanggulangi dampak besar dari perang dagang global.

Dengan musim laporan keuangan yang mulai menunjukkan tekanan nyata dan prospek pertumbuhan yang makin suram, pasar Eropa menutup pekan dengan nada hati-hati, sebelum akhirnya libur memperingati Jumat Agung.

Pasar Asia: Data Ekonomi Positif

Sepanjang pekan kemarin, pasar saham Asia menunjukkan pergerakan yang beragam, dengan sentimen banyak dipengaruhi oleh data ekonomi yang kuat dari Tiongkok, serta kekhawatiran terhadap ketegangan dagang dengan AS. Awal pekan dibuka positif setelah Tiongkok mencatat lonjakan ekspor sebesar 12,4% pada Maret, jauh melampaui ekspektasi pasar. Data ini memberi angin segar bagi investor, meski penurunan impor yang lebih dalam dari perkiraan tetap menjadi catatan tersendiri.

Namun, seiring berjalannya pekan, pasar mulai kehilangan momentum. Di tengah kabar rencana tambahan tarif dari AS, sikap pemerintah Tiongkok yang meremehkan dampaknya membuat pasar cenderung datar hingga pertengahan minggu.

Rilis data pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang mengesankan—5,4% pada kuartal pertama 2025, melampaui ekspektasi—tidak cukup kuat untuk mendorong reli lebih lanjut karena kekhawatiran akan eskalasi perang dagang masih membayangi. Kinerja sektor ritel dan industri yang solid sedikit menenangkan pasar, meskipun investor tetap berhati-hati.

Menjelang akhir pekan, perdagangan menjadi lebih tenang. Pada Kamis, bursa ditutup flat karena fokus tertuju pada potensi tarif balasan antara Tiongkok dan AS yang bisa mencapai ratusan persen. Sementara itu, Jumat pagi dibuka cenderung mendatar karena banyak pasar di Asia tutup untuk memperingati libur Jumat Agung. Di Jepang, inflasi tahunan tetap tinggi di angka 3,6% pada Maret, menandai tahun ketiga berturut-turut berada di atas target Bank of Japan, menambah catatan penting dalam dinamika ekonomi kawasan.

Pasar Indonesia: Saham dan Obligasi Menguat

Selama sepekan terakhir, pasar saham Indonesia menunjukkan performa yang cukup impresif dengan kenaikan lebih dari 2%. Kenaikan ini dipimpin oleh saham-saham di sektor material dasar dan infrastruktur yang mencatatkan penguatan signifikan. Sentimen positif global turut memberi angin segar, terutama setelah meredanya ketegangan dagang dan penangguhan tarif oleh pemerintahan Trump, yang membuat pelaku pasar cenderung lebih optimis dan meningkatkan selera risiko mereka terhadap aset-aset berisiko, termasuk saham.

Tak hanya pasar saham, pasar obligasi Indonesia juga mengalami penguatan. Hal ini terlihat dari penurunan imbal hasil (yield) di mayoritas tenor, yang mengindikasikan meningkatnya permintaan terhadap surat utang negara. Kondisi ini menjadi cerminan bahwa investor mulai merasa lebih percaya diri terhadap stabilitas ekonomi Indonesia dalam jangka pendek, meskipun tekanan terhadap nilai tukar rupiah masih cukup terasa.

Di sisi domestik, katalis penting datang dari lonjakan cadangan devisa Indonesia yang naik sebesar US$2,6 miliar menjadi US$157,1 miliar pada bulan Maret. Hal tersebut merupakan rekor tertinggi baru yang cukup mengejutkan, mengingat rupiah masih berada dalam tekanan.

Bank Indonesia menjelaskan kenaikan ini terutama berasal dari penerimaan pajak, jasa, dan penarikan pinjaman luar negeri pemerintah. Pada saat bersamaan, kebijakan pemerintah yang mewajibkan eksportir SDA untuk menahan seluruh penerimaan dolar mereka di dalam negeri selama minimal satu tahun, mulai diberlakukan bulan lalu, juga menjadi langkah strategis untuk memperkuat ketahanan sektor moneter di tengah dinamika global yang tak menentu.

Selain itu, salah satu faktor pendorong sentimen yakni posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia yang turun per Februari tercatat US$ 427,2 miliar (Rp 7.196,2 triliun), dibandingkan Januari yang mencapai US$ 427,9 miliar (Rp7.207.9 triliun). Secara keseluruhan, rasio Utang Luar Negeri Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) adalah 30,2% per Februari. Turun dari 30,3% pada bulan sebelumnya. ULN juga didominasi tenor panjang dengan pangsa 84,7%.


SMBC Indonesia tidak bertanggung jawab atas pernyataan apa pun sehubungan dengan keakuratan atau kelengkapan informasi yang terkandung pada artikel ini atau atas kehilangan atau kerusakan yang timbul dari penggunaan isi artikel ini.
Informasi yang terkandung dalam artikel ini adalah informasi publik, tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya menjadi dasar pengambilan keputusan. Pengguna tidak boleh menyalin atau menggunakan isi artikel ini untuk tujuan apa pun atau mengungkapkan isinya kepada orang lain tanpa persetujuan sebelumnya dari SMBC Indonesia. Isi artikel ini dapat berubah tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Pengguna disarankan untuk menilai kemampuan sendiri dalam menanggung risiko keuangan dan lainnya terkait investasi atau produk apa pun, dan untuk membuat penilaian independen atau mencari nasihat independen sehubungan dengan masalah apa pun yang tercantum pada artikel ini.