Indeks S&P 500 mencatat rekor tertinggi untuk keempat kalinya berturut-turut dan mencapai rekor tertinggi baru untuk ke-29 kalinya pada tahun 2024. Berbagai saham di sektor teknologi naik signifikan karena ekspektasi inflasi akan lebih tertekan, yang memengaruhi keputusan kebijakan suku bunga oleh The Fed.
Data terbaru indeks harga produsen di Amerika Serikat mengalami penurunan signifikan selama 7 bulan terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan inflasi sedang mereda. Indikator inflasi lainnya, seperti indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi, juga lebih lemah pada bulan Mei 2024 dibandingkan periode sebelumnya.
Spekulasi mengenai inflasi yang melambat meningkatkan harapan The Fed akan menurunkan suku bunga tahun ini. Meskipun demikian, hanya 41% ekonom yang berkontribusi pada Bloomberg yang memperkirakan The Fed akan memberikan sinyal 2 kali pemangkasan suku bunga.
Hasil pertemuan FOMC terbaru memberikan perubahan dalam proyeksi kebijakan moneter, yang mana para pejabat The Fed yakin bahwa suku bunga dapat diturunkan satu kali pada akhir tahun 2024.
Indeks saham di Prancis, CAC40, mengalami penurunan signifikan selama seminggu terakhir, diikuti indeks DAX di Jerman yang juga melemah. Pasar Eropa bergejolak setelah Presiden Emmanuel Macron menyerukan pemilihan parlemen mendadak karena partainya kalah dari National Rally yang dipimpin oleh Marine Le Pen dalam pemilu Eropa.
Menteri Keuangan Prancis, Bruno Le Maire, memperingatkan bahwa “krisis utang mungkin terjadi” jika partai nasionalis Le Pen menang. Ia pun mengatakan kemenangan aliansi kiri baru dapat menyebabkan Prancis keluar dari Uni Eropa. Gubernur Bank Sentral Prancis, Francois Villeroy de Galhau, menekankan pemerintah berikutnya harus segera memperjelas kebijakan ekonominya.
Perlambatan tingkat inflasi di Tiongkok membebani pasar saham di Asia, memengaruhi sentimen investor secara keseluruhan. Sebelumnya, banyak investor berharap tingkat inflasi yang lebih tinggi sebagai tanda pemulihan daya beli dan perbaikan ekonomi Tiongkok. Namun, hasil yang ada mengecewakan.
Indeks Harga Konsumen atau Consumer Price Index (CPI) tahunan hanya naik sebesar 0,3%, sementara pasar mengharapkan 0,4%. Hal ini menunjukkan bahwa harga-harga konsumen tidak mengalami kenaikan yang signifikan, yang bisa diartikan sebagai lemahnya permintaan konsumen.
Selain itu, produksi industri di Tiongkok juga mengalami penurunan signifikan. Produksi industri tahunan hanya tumbuh 5,6%, turun dari 6,7% sebelumnya. Penurunan ini mencerminkan bahwa sektor industri, yang merupakan salah satu pilar utama ekonomi Tiongkok, sedang melambat.
Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sebesar 1,27%, yang merupakan depresiasi mingguan terbesar pada bulan Juni 2024. Pasar saham juga melanjutkan tren penurunan mingguan, dengan IHSG turun 2,36% dan Indeks LQ45 turun 4,35%, penurunan mingguan terbesar dalam delapan minggu terakhir. Sementara itu, pasar obligasi tertekan signifikan dengan imbal hasil acuan tenor 10 tahun naik 30 basis poin, kenaikan terbesar dalam tujuh minggu terakhir.
Menurut Bloomberg, pemerintahan baru di bawah Prabowo Subianto berencana menaikkan rasio utang hingga 50% dari Produk Domestik Bruto (PDB) untuk mendanai program-program populis berbiaya besar, seperti makan siang gratis dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Rasio utang sebesar 50% dari PDB ini akan menjadi yang tertinggi dalam dua dekade terakhir. Sentimen ini membebani nilai tukar rupiah, pasar saham, dan obligasi, serta memicu arus keluar investor asing, mendorong rupiah menuju level psikologis 16.400 per USD.
Institusi keuangan Barclays berkomentar mengenai depresiasi nilai tukar rupiah akibat potensi kenaikan rasio utang terhadap PDB Indonesia. Menurut Bloomberg, Barclays memperkirakan jika rupiah terus terdepresiasi di atas 16.400, Bank Indonesia mungkin akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia tanggal 20 Juni 2024 mendatang.