Data inflasi AS yang dirilis sesuai dengan ekspektasi pasar. Hal ini meningkatkan peluang The Fed untuk melakukan pemangkasan suku bunga secara agresif. US Bureau of Labor Statistics melaporkan inflasi tahunan periode Agustus sebesar 2,5%, sejalan dengan prediksi pasar. Inflasi bulanan tercatat di 0,2%, sama dengan bulan sebelumnya. Inflasi inti (core inflation) tahunan berada di 3,2%, level terendah dalam lebih dari 3 tahun terakhir.
Meski demikian, data ini membuat pelaku pasar lebih merasa skeptis terhadap kemungkinan Federal Reserve akan agresif dalam menurunkan suku bunga. Mengacu pada CME FedWatch, peluang pemangkasan Federal Funds Rate sebesar 25 basis poin (bps) ke kisaran 5-5,25% dalam rapat bulan ini mencapai 85%. Hal ini memberikan dorongan positif bagi pasar saham dan obligasi di Amerika Serikat.
European Central Bank (ECB) kembali menurunkan suku bunga untuk kedua kalinya tahun ini, seiring dengan meredanya inflasi menuju target 2% dan meningkatnya kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi. Pada Kamis lalu, ECB memotong suku bunga deposit utama sebesar 25 basis poin menjadi 3,5%, sesuai prediksi seluruh analis yang disurvei oleh Bloomberg.
ECB menyatakan mereka belum bisa memberikan kepastian terkait jalur kebijakan suku bunga ke depan, mengingat tingginya ketidakpastian ekonomi. Pemangkasan ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah perlambatan dan membantu inflasi tetap terkendali. Pasar saham Eropa merespons positif langkah ini, berhasil membalikkan tren penurunan yang terjadi di awal pekan, yang mana memberikan sentimen optimis di tengah ketidakpastian global.
Data ekonomi terbaru dari Tiongkok yang meleset dari perkiraan terus membebani sentimen investor. Hal ini memperkuat kekhawatiran tentang potensi deflasi di negara tersebut. Kondisi ini pun menambah tekanan pada ekonomi Tiongkok yang kehilangan momentum dan semakin jauh dari target pertumbuhan sebesar 5%. Inflasi berdasarkan Indeks Harga Konsumen (CPI) Tiongkok hanya mencatat kenaikan yang minimal, jauh di bawah ekspektasi pasar, memperkuat kekhawatiran bahwa pemulihan ekonomi Tiongkok masih rapuh.
Investor juga berhati-hati menyikapi ketegangan perdagangan antara Tiongkok dan Amerika Serikat, khususnya menjelang pemilihan presiden AS pada bulan November. Dalam persaingan tersebut, calon presiden AS, Donald Trump dan Kamala Harris, memiliki pandangan berbeda mengenai kebijakan perdagangan dengan Tiongkok. Harris kemungkinan akan mempertahankan tarif yang diberlakukan oleh pemerintahan Biden, sementara Trump dilaporkan mempertimbangkan untuk menaikkan tarif impor Tiongkok hingga 100%, jika terpilih kembali.
Sementara itu, pasar saham di Jepang mengalami pembalikan positif menjelang akhir pekan. Hal ini terjadi setelah Naoki Tamura, seorang pejabat Bank of Japan (BOJ), menyerukan kenaikan suku bunga setidaknya 1% pada akhir tahun depan. Pernyataan ini mengisyaratkan kebijakan pengetatan moneter yang berkelanjutan di Jepang, memberikan optimisme bagi investor terhadap stabilitas ekonomi di kawasan tersebut.
Pasar saham dan obligasi Indonesia melanjutkan tren penguatan mingguan, dengan sentimen positif yang didorong oleh beberapa faktor utama. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami kenaikan sebesar 1,17% yang mana berhasil menembus level psikologis 7.800, seiring arus masuk investor asing yang mencapai lebih dari Rp3 triliun. Saham-saham unggulan seperti BBCA, BMRI, BBNI, BRIS, dan BREN menjadi 5 saham yang paling banyak diburu oleh investor asing, mencerminkan tingginya minat terhadap sektor perbankan dan energi.
Optimisme pasar juga didukung oleh laporan peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia, yang naik menjadi 124,4 pada Agustus (123,4 pada bulan sebelumnya) menurut data Bank Indonesia. Peningkatan ini mencerminkan kepercayaan konsumen yang semakin kuat terhadap prospek ekonomi domestik. Indeks kondisi ekonomi saat ini juga naik menjadi 114, yang mengindikasikan peningkatan keyakinan masyarakat terhadap situasi ekonomi terkini.
Pasar obligasi Indonesia turut menguat, dengan imbal hasil obligasi acuan tenor 10 tahun turun 2,9 basis poin. Penurunan ini terjadi di tengah meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga, yang menjadi katalis utama penguatan pasar obligasi. Data inflasi konsumen dan produsen AS yang melambat sesuai dengan ekspektasi pasar memicu spekulasi bahwa Federal Reserve akan lebih agresif dalam memangkas suku bunga, melemahkan permintaan terhadap dolar AS (USD) dan memberikan sentimen positif bagi pasar negara berkembang. Stabilitas ekonomi Indonesia serta imbal hasil obligasi yang kompetitif di antara negara berkembang lainnya terus menarik aliran modal asing, memperkuat pasar obligasi domestik dan mendukung tren penguatan ini.