Pasar saham dan obligasi di Wall Street mengalami rebound setelah sempat tertekan akibat rencana tarif impor yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump pekan lalu. Indeks NASDAQ, yang berisi saham-saham teknologi, memimpin penguatan dengan kenaikan 2,58%.
Saham teknologi utama seperti Nvidia, Apple, dan Tesla mencatat lonjakan secara signifikan. Kenaikan ini terjadi setelah Presiden Trump meluncurkan road map kebijakan tarif timbal balik terhadap mitra dagang Amerika Serikat (AS).
Meskipun data inflasi (baik dari sisi konsumen maupun produsen) menunjukkan angka yang lebih tinggi daripada ekspektasi, pasar tetap ditutup positif. Hal ini dipicu oleh keputusan Trump yang menunda penerapan tarif baru secara konkret.
Trump memperkenalkan rencana bertajuk “Rencana yang Adil dan Timbal Balik” untuk perdagangan global. Ia memerintahkan laporan khusus yang membahas dugaan praktik dagang tidak adil dari mitra dagang AS. Meskipun rencana ini membuka peluang tarif yang lebih luas di masa depan, Wall Street tetap menyambut positif karena saat ini belum ada pungutan langsung yang diberlakukan.
Mayoritas indeks utama di Eropa mencatat kenaikan selama delapan minggu berturut-turut, menjadi rentetan penguatan terpanjang sejak kuartal pertama 2024. Secara tahunan, indeks STOXX naik lebih dari 8%, melampaui kinerja indeks di Wall Street. Kenaikan ini didorong oleh laporan laba perusahaan Eropa yang melebihi perkiraan pasar.
Sentimen pasar juga terpengaruh oleh sikap terbaru Presiden AS Donald Trump, yang menunda penerapan tarif balasan pada hari Kamis. Namun, Trump memulai penyelidikan terhadap tarif yang dikenakan mitra dagang terhadap barang-barang AS, yang dapat menjadi dasar penerapan tarif baru di masa depan.
Di sisi lain, Komisi Eropa menegaskan akan merespons tarif balasan AS secara “tegas dan segera”. Namun, Uni Eropa menghadapi dilema karena perekonomiannya sangat bergantung pada sektor otomotif dan barang mewah, yang menjadi pilar utama dalam indeks saham Eropa.
Indeks Hang Seng mencatat kenaikan lebih dari 7% sepanjang pekan, memimpin pasar saham Asia. Sentimen positif didorong oleh pendekatan AS yang lebih moderat terhadap tarif timbal balik, serta optimisme terhadap prospek perusahaan teknologi Tiongkok.
Saham teknologi Tiongkok terus menunjukkan performa kuat, dipicu oleh keberhasilan global perusahaan AI (akal imitasi) DeepSeek, yang meningkatkan minat terhadap kemajuan teknologi Tiongkok. Pada perdagangan Jumat:
Tencent dan Xiaomi melonjak lebih dari 7%
Alibaba Group dan Meituan naik lebih dari 6%
Di pasar domestik, indeks utama Tiongkok tetap menguat. Investor berbondong-bondong memburu saham teknologi setelah peluncuran model bahasa besar DeepSeek. Selain itu, janji Bank Rakyat Tiongkok (PBOC) untuk menjaga stabilitas nilai tukar turut mendukung sentimen pasar, meskipun bayang-bayang tarif timbal balik dari AS masih menghantui.
Sementara itu, indeks utama di Jepang mengalami koreksi menjelang akhir pekan. Penurunan ini terjadi akibat aksi ambil untung setelah kenaikan tajam pada sesi sebelumnya. Selain itu, penguatan yen menekan sentimen pasar, memicu pelemahan pada saham-saham eksportir.
Berbeda dengan pasar global yang cenderung menguat sepanjang pekan, pasar saham Indonesia justru melanjutkan tren negatif dengan pergerakan yang fluktuatif.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat turun 1,54%. Sementara itu indeks LQ45 melemah 1,59%, menandakan saham-saham berkapitalisasi besar menjadi kontributor utama pelemahan.
Pelemahan pasar turut dipicu oleh rilis laporan keuangan emiten yang menunjukkan perlambatan kinerja sepanjang tahun 2024. Hal ini memicu kekhawatiran investor terhadap potensi pembagian dividen yang lebih kecil dibandingkan tahun sebelumnya.
Sentimen semakin diperburuk oleh pernyataan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang memperkirakan prospek ekonomi Indonesia pada 2025 akan lebih suram dibandingkan tahun ini. OJK menyebutkan, pertumbuhan ekonomi tahun depan kemungkinan tertekan oleh:
perlambatan ekonomi global,
ketidakpastian politik, dan
tekanan inflasi.
Dari sisi ekonomi, keyakinan konsumen Indonesia masih kuat tetapi mulai melemah. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang dirilis Bank Indonesia (BI) tercatat di level 123,4 pada bulan ini (turun dari 125,2 pada bulan sebelumnya). Penurunan ini mencerminkan kehati-hatian masyarakat dalam membelanjakan uang di tengah ketidakpastian ekonomi.