Tingkat inflasi di Amerika yang beragam menjadi faktor utama pergerakan pasar Amerika.
Berdasarkan data Bloomberg, tingkat inflasi sisi konsumen di Amerika Serikat turun signifikan dari 6,0% menjadi 5,0%. Data ini membuat para investor menjadi pesimistis.
Sementara itu, inflasi sisi konsumen secara inti naik menjadi 5,6% dari 5,5% pada periode sebelumnya. Dilansir dari Bloomberg, kondisi ini akan menimbulkan kembali spekulasi investor tentang sikap The Fed terhadap kenaikan suku bunga sebesar 25 bps pada FOMC (Federal Open Market Committee) bulan depan.
Di sisi lain, investor menjadi lebih optimistis pada pertengahan minggu setelah mengetahui data tingkat inflasi sisi produsen yang relatif lebih positif. Namun, data keseluruhan inflasi dan data inti sisi produsen mengalami penurunan dan menjadi sinyal bahwa inflasi akan berlanjut pada bulan berikutnya.
Pembuat kebijakan European Central Bank (ECB) mengatakan, inflasi inti kemungkinan akan tetap tinggi di zona Eropa hingga akhir 2023. Kondisi tersebut membiarkan pintu terbuka untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut. Namun, investor bisa tetap optimistis karena tidak ada perubahan kebijakan yang terjadi selama sepekan.
Pada bulan Maret, inflasi di zona Eropa turun secara signifikan. Sebaliknya, pertumbuhan harga inti terus meningkat. Mengutip kebijakan ECB, “Inflasi inti diperkirakan tetap tinggi di sisa tahun ini, yang dapat menunda konvergensi menuju target 2 persen dalam jangka menengah dan karena itu perlu pemantauan ketat.”
Inflasi Cina yang dirilis lebih lambat menjadi katalis negatif di pasar Asia. Menurut data Bloomberg, inflasi Cina dari sisi konsumen mencapai 0,70%, lebih rendah dari sebelumnya 1,00%. Angka ini menunjukkan bahwa daya beli belum merata di tengah pemulihan ekonomi.
Sementara itu, kondisi di Jepang cenderung positif karena didukung oleh pelemahan nilai tukar yen Jepang terhadap dolar Amerika. Dilansir dari Bloomberg, yen jatuh ke level terendah dalam 4 pekan. Hal ini sehubungan dengan respons atas pernyataan Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk mempertahankan kebijakan moneter tetap longgar.
Pasar saham catatkan kinerja positif selama sepekan dengan pergerakan yang cenderung terkonsolidasi.
Pasar obligasi melanjutkan tren positif yang ditandai dengan penurunan imbal hasil obligasi acuan tenor 10 tahun selama 6 pekan berturut-turut.
Nilai tukar rupiah berhasil terapresiasi sebesar 1.43% dan menjadi nilai apresiasi terbesar sejak Januari 2023.
Sentimen dalam negeri yang hadir selama sepekan sangat baik, seperti cadangan devisa naik ke level tertinggi sejak November 2021; indeks keyakinan konsumen naik ke level tertinggi dalam 7 bulan terakhir; lelang Surat Utang Negara kembali dibanjiri peminat; IMF (International Monetary Fund) paling optimis dalam memperkirakan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia; penjualan eceran Indonesia yang bertumbuh; dan catatan utang luar negeri Indonesia berkurang.
Namun, walaupun sentimen dalam negeri sangat baik, optimisme investor tertahan oleh sentimen global dan psikologi perdagangan jelang libur panjang Lebaran 2023.