Market Update 16 Juni 2025

writter Lanjar Nafi

Pasar Amerika: Optimisme Dagang Sirna Dihantam Gejolak Timur Tengah

Pasar saham Amerika Serikat memulai pekan dengan optimisme yang kuat, didorong oleh harapan investor terhadap perundingan perdagangan tingkat tinggi antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Sentimen positif ini berhasil mengangkat bursa selama dua hari pertama, dengan para pelaku pasar bertaruh pada kemungkinan tercapainya kesepakatan untuk meredakan perang tarif yang telah membebani ekonomi global. Harapan ini, ditambah dengan reli pada beberapa saham teknologi besar seperti Tesla, membawa indeks S&P 500 mendekati rekor tertingginya, menciptakan suasana yang penuh keyakinan pada awal pekan.

Namun, memasuki pertengahan pekan, suasana pasar menjadi lebih kompleks akibat tarik-menarik antara sentimen positif dan negatif. Di satu sisi, data inflasi yang lebih rendah daripada perkiraan memberikan kelegaan, memicu spekulasi bahwa The Federal Reserve mungkin akan mempertimbangkan pemangkasan suku bunga. Antusiasme terhadap akal imitasi (AI), yang dipicu oleh prospek cerah dari Oracle, juga memberikan dorongan signifikan. Di sisi lain, kekhawatiran mulai muncul akibat meningkatnya ketegangan di Timur Tengah dan anjloknya saham Boeing, yang menahan laju kenaikan pasar dan menunjukkan betapa rapuhnya kepercayaan investor.

Semua optimisme yang terbangun pada awal pekan sirna seketika pada hari Jumat. Laporan serangan rudal Iran terhadap Israel memicu gelombang aksi jual yang tajam di Wall Street, mendorong investor untuk beralih ke aset aman. Sentimen risk-off yang kuat ini menyebabkan harga minyak melonjak, menekan saham maskapai penerbangan, namun di sisi lain mengangkat saham sektor pertahanan dan energi. Pada akhirnya, ketakutan akan eskalasi konflik militer di Timur Tengah sepenuhnya membayangi berita positif sebelumnya, menyeret seluruh indeks utama ke zona merah untuk menutup pekan dengan kerugian yang signifikan.

Pasar Eropa: Ketidakpastian Dagang dan Guncangan Geopolitik Tekan Pasar

Awal pekan di pasar Eropa dibuka dengan suasana penantian yang penuh kehati-hatian. Para investor seolah menahan napas, dengan seluruh perhatian tertuju pada hasil perundingan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok di London. Alih-alih membuat spekulasi besar, pelaku pasar memilih untuk menunggu di sela-sela, yang mengakibatkan perdagangan bergerak datar cenderung melemah dan menandai dimulainya tren negatif yang membayangi sepanjang pekan.

Harapan pasar yang sempat terbangun mulai memudar di pertengahan pekan. Meskipun kesepakatan dagang Amerika Serikat dan Tiongkok akhirnya diumumkan, isinya dianggap kurang substansial dan gagal memberikan kejelasan yang dinantikan. Kekecewaan ini membuat sentimen investor berbalik menjadi pesimis. Optimisme yang rapuh dengan cepat menguap, dan bursa saham melanjutkan tren penurunannya karena pasar menyimpulkan bahwa ketidakpastian perdagangan global masih akan terus berlanjut.

Sentimen negatif tersebut mencapai puncaknya pada akhir pekan, ketika berita mengenai serangan Israel terhadap Iran mengguncang pasar secara global. Faktor geopolitik ini secara instan memicu aksi jual besar-besaran, dengan investor berbondong-bondong meninggalkan aset berisiko dan beralih ke instrumen yang lebih aman seperti emas dan dolar Amerika Serikat. Ketakutan akan eskalasi konflik di Timur Tengah menjadi pendorong utama yang menutup pekan perdagangan dengan pelemahan tajam, mengunci penurunan bursa Eropa selama lima hari berturut-turut dalam suasana ketidakpastian yang pekat.

Pasar Asia: Optimisme Gencatan Dagang Amerika Serikat dan Tiongkok Dihapus Ketegangan di Timur Tengah

Pasar Asia memulai pekan dengan nada optimis, didorong oleh harapan meredanya ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Para investor menyambut baik laporan bahwa Tiongkok telah menyetujui ekspor tanah jarang dan Boeing kembali mengirimkan pesawatnya, yang memicu kenaikan di seluruh bursa utama dari Tokyo hingga Seoul pada hari Senin.

Namun, optimisme ini sedikit meredup pada hari Selasa saat investor mengambil sikap menunggu dan mengamati jalannya perundingan di London, menyebabkan pasar Tiongkok sedikit terkoreksi. Kegembiraan kembali memuncak pada pertengahan pekan, ketika berita tentang tercapainya kesepakatan kerangka kerja untuk menghidupkan kembali gencatan tarif dagang mendorong pasar Tiongkok untuk kembali menguat pada hari Rabu.

Namun, kegembiraan itu tidak bertahan lama. Pada hari Kamis, sentimen pasar kembali berhati-hati karena kesepakatan yang diumumkan ternyata masih minim detail, belum mendapat persetujuan akhir dari Presiden Tiongkok, dan masih menyisakan pembatasan ekspor Amerika Serikat terhadap cip akal imitasi (AI). Keraguan ini membuat pasar bergerak variatif dan cenderung datar, menandakan bahwa investor masih memandang gencatan senjata dagang tersebut sebagai sesuatu yang rapuh dan belum sepenuhnya meyakinkan. Pasar lebih memilih menunggu kejelasan konkret daripada hanya berpegang pada pengumuman awal yang masih bersifat tentatif.

Pada penutupan pekan hari Jumat, sentimen pasar berbalik arah secara drastis bukan karena isu perdagangan, melainkan akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah setelah Israel melancarkan serangan terhadap Iran. Peristiwa ini memicu aksi jual besar-besaran di pasar saham Tiongkok Daratan dan Hong Kong, karena investor berbondong-bondong beralih ke aset aman (safe-haven). Akibatnya, berbagai saham terkait emas dan pertahanan justru melonjak. Pada akhirnya, gejolak geopolitik ini menghapus sisa optimisme dari gencatan dagang dan membuat berbagai indeks utama Tiongkok harus membukukan kerugian mingguan.

Pasar Indonesia: Proyeksi OECD dan Eskalasi Perang Membalikkan Arah Pasar dari Reli Kuat

Pasar keuangan Indonesia mengawali pekan ini dengan hentakan optimisme yang kuat setelah libur panjang Iduladha. Para investor seakan berlomba mengejar ketertinggalan dari sentimen positif global yang didorong oleh harapan melambatnya inflasi di Amerika Serikat dan potensi pemangkasan suku bunga oleh The Fed.

Hal ini sontak meniupkan angin segar ke lantai bursa, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung tancap gas. Berbagai saham berkapitalisasi besar menjadi motor penggerak utama. Di sisi lain, rupiah menunjukkan stabilitasnya yang mengagumkan, ditopang oleh cadangan devisa yang sangat solid, memberikan sinyal bahwa Bank Indonesia memiliki amunisi yang lebih dari cukup untuk menjaga nilai tukar dari gejolak eksternal.

Namun, euforia tersebut tidak bertahan lama. Memasuki pertengahan pekan, awan kekhawatiran mulai menggelayut di pasar saham. Sentimen berbalik arah setelah OECD merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025. Kabar ini diperparah oleh rilis data Indeks Keyakinan Konsumen yang meredup ke level terendah dalam hampir tiga tahun terakhir.

Meskipun konsumen masih tergolong optimistis, penurunan ini menjadi sinyal perlambatan ekonomi yang memicu aksi jual. Menariknya, kondisi ini justru memberikan sentimen positif bagi pasar obligasi karena spekulasi bahwa bank sentral mungkin perlu memangkas suku bunga untuk menstimulasi ekonomi mulai menguat.

Pekan ini ditutup dengan nada yang suram ketika sentimen negatif dari arena global memberikan pukulan telak. Eskalasi konflik di Timur Tengah antara Israel dan Iran secara efektif memadamkan sisa-sisa optimisme investor dan memicu aksi penghindaran risiko. Pasar saham regional yang memerah menyeret IHSG turun cukup dalam. Pasar obligasi yang sempat menguat pun berbalik arah, dan nilai tukar Rupiah yang selama sepekan begitu perkasa akhirnya harus terdepresiasi. Pada akhirnya, pekan yang dimulai dengan optimisme tinggi harus berakhir dengan kewaspadaan akibat ketidakpastian geopolitik yang kembali memanas.


SMBC Indonesia tidak bertanggung jawab atas pernyataan apa pun sehubungan dengan keakuratan atau kelengkapan informasi yang terkandung pada artikel ini atau atas kehilangan atau kerusakan yang timbul dari penggunaan isi artikel ini.
Informasi yang terkandung dalam artikel ini adalah informasi publik, tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya menjadi dasar pengambilan keputusan. Pengguna tidak boleh menyalin atau menggunakan isi artikel ini untuk tujuan apa pun atau mengungkapkan isinya kepada orang lain tanpa persetujuan sebelumnya dari SMBC Indonesia. Isi artikel ini dapat berubah tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Pengguna disarankan untuk menilai kemampuan sendiri dalam menanggung risiko keuangan dan lainnya terkait investasi atau produk apa pun, dan untuk membuat penilaian independen atau mencari nasihat independen sehubungan dengan masalah apa pun yang tercantum pada artikel ini.