Pembukaan pekerjaan baru di Amerika menurun, yang berarti ada lebih sedikit peluang pekerjaan yang tersedia. Hal ini menyebabkan tingkat pengangguran naik, melebihi perkiraan yang sebelumnya ada, sehingga lebih banyak orang yang mencari pekerjaan belum berhasil mendapatkannya.
Tingkat inflasi stabil, bahkan ada kecenderungan melambat pada inflasi inti tahunan, yang mengukur kenaikan harga kecuali makanan dan energi. Hal ini membuat beberapa orang berpikir bank sentral mungkin akan memotong suku bunga lebih awal dari perkiraan, yang kemudian meningkatkan kepercayaan investor di pasar saham, terutama sektor teknologi.
JOLTS Job Openings, yang mengukur jumlah posisi pekerjaan yang tersedia, mengalami penurunan dari 9,026 juta menjadi 8,863 juta. Sementara itu, tingkat pengangguran naik menjadi 3,9% (dari 3,7%), yang menunjukkan lebih banyak orang tidak bekerja.
Indeks CPI Ex Food and Energy YoY, yang mengukur tingkat inflasi kecuali makanan dan energi, melambat menjadi 3,8% (dari 3,9%). Pasar saham Amerika, khususnya sektor teknologi, mengalami kenaikan; terutama indeks NASDAQ yang berisi sektor-sektor teknologi. Namun, pasar obligasi di Amerika mengalami tekanan selama seminggu, dengan imbal hasil obligasi acuan tenor 10 tahun naik menjadi 4,180%.
Di Prancis, indeks saham turun lebih dari 1%. Hal ini menjadi faktor yang membebani pasar regional utama di Eropa. Meskipun data ekonomi yang dirilis selama seminggu menunjukkan perlambatan, kebijakan pelonggaran dari Bank Sentral Eropa (ECB) tidak terlalu responsif. Hal ini menyebabkan sentimen negatif selama seminggu.
Retail Sales YoY, yang mengukur penjualan ritel tahun ke tahun, mengalami penurunan lebih dalam menjadi -1,0% (sebelumnya -0,8%). Sementara itu, tingkat inflasi sisi produsen turun ke zona deflasi yang mencapai -8,6%. Hal ini menandakan penurunan harga secara keseluruhan.
Investor melakukan antisipasi selama sepekan pada Kongres Rakyat Tiongkok. Pemerintah Tiongkok menargetkan pertumbuhan tahunan sebesar 5%. Tiongkok juga mengatakan akan memotong tarif terhadap teknologi canggih dan membuka saluran baru untuk perdagangan luar negeri, serta meningkatkan anggaran militer menjadi 7,2%.
Ekspor Tiongkok pun mengalami pertumbuhan yang jauh lebih cepat daripada perkiraan dalam 2 bulan pertama tahun 2024, memberikan sinyal positif bagi permintaan saat ekonomi terbesar kedua di dunia ini berusaha pulih sehingga memberikan sentimen yang juga positif untuk pasar Asia jelang akhir pekan.
Pengiriman ke luar negeri Tiongkok dalam mata uang dolar Amerika naik 7,1% pada periode Januari-Februari dibandingkan dengan tahun sebelumnya, melampaui perkiraan (1,9%) yang disebutkan dalam survei Bloomberg. Pertumbuhan ini juga jauh lebih baik dari bulan Desember sebesar 2,3%. Sementara itu, impor tumbuh 3,5%, meninggalkan surplus perdagangan sebesar US$125,2 miliar.
Pasar saham dan obligasi di Indonesia dipengaruhi oleh sentimen global yang beragam. Para investor juga menjadi lebih berhati-hati menjelang libur 2 hari di awal pekan mendatang. Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa Indonesia turun menjadi US$ 144 miliar pada akhir Februari—turun US$ 1,1 miliar dibandingkan bulan sebelumnya.
Meskipun demikian, BI meyakini cadangan devisa akan tetap cukup ke depannya karena stabilitas dan prospek ekonomi yang positif, yang direspons baik oleh investor. Gubernur Bank Indonesia menegaskan bahwa kebijakan BI akan tetap fokus pada stabilitas, dengan menjaga inflasi dan nilai tukar rupiah tetap stabil.
Suku bunga acuan akan dipertahankan di 6%, tetapi BI akan mempertimbangkan penurunan suku bunga di semester kedua tahun ini jika inflasi terkendali. Minggu ini, investor akan menantikan data indeks kepercayaan konsumen, komposisi negara perdagangan, dan perhitungan hutang luar negeri.
Berikut reksa dana yang memiliki total return di atas 3% sepanjang tahun 2024 per 8 Maret 2024.
Ashmore Dana Ekuitas Nusantara (+5,12%)
Ashmore Dana Progresif Nusantara (+4,01%)
Ashmore Saham Dinamis Nusantara (+3,94%)