Laporan ketenagakerjaan terbaru dari Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (AS) menunjukkan penambahan 256.000 pekerjaan pada Desember, melampaui ekspektasi pasar. Data ini mengindikasikan bahwa ekonomi AS tetap kuat, meski menghadapi tekanan global.
Respons pasar menunjukkan ekspektasi Federal Reserve (Fed) kemungkinan besar akan mempertahankan suku bunga stabil pada pertemuan berikutnya, dengan probabilitas mencapai 97% berdasarkan alat CME FedWatch.
Risalah rapat Federal Reserve pada 17-18 Desember juga menyoroti kekhawatiran meningkatnya risiko inflasi. Para pejabat The Fed mencatat tekanan harga yang berpotensi bertahan lebih lama, terutama di tengah perubahan kebijakan fiskal di bawah pemerintahan Trump, seperti pemotongan pajak dan peningkatan belanja infrastruktur. Kebijakan ini diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, tapi juga menambah risiko inflasi jangka panjang.
Pasar keuangan merespons dengan volatilitas yang signifikan. Pasar obligasi mengalami koreksi, dengan imbal hasil tenor 10 tahun naik menjadi 3,52%, mencerminkan kekhawatiran inflasi. Sementara itu, pasar saham turun hampir 2%, menunjukkan ketidakpastian investor terhadap prospek kebijakan moneter dan ekonomi AS.
Bursa saham Eropa mencatat penguatan selama sepekan, didukung oleh optimisme investor terhadap kebijakan perdagangan AS. Sentimen positif dipicu oleh laporan Washington Post yang mengindikasikan tim Presiden terpilih Donald Trump mempertimbangkan strategi tarif yang lebih terbatas. Kebijakan ini disebut hanya akan menargetkan impor penting, sehingga mengurangi potensi tekanan industri otomotif Eropa.
Sektor otomotif menjadi pendorong utama kenaikan pasar, dengan investor menyambut baik kemungkinan tarif yang lebih ringan. Langkah ini memberikan harapan bahwa hubungan perdagangan lintas Atlantik dapat tetap stabil, meskipun ada kekhawatiran sebelumnya terkait kebijakan proteksionisme. Secara keseluruhan, optimisme terkait kebijakan ini memberikan dorongan positif pada sentimen pasar, menjadikan sektor otomotif sebagai salah satu dengan performa terbaik di bursa pekan ini.
Sebagian besar bursa saham Asia mencatat penurunan sepanjang pekan karena investor berhati-hati menjelang rilis laporan pekerjaan AS (nonfarm payrolls). Laporan tersebut diperkirakan menunjukkan pertumbuhan 160.000 pekerjaan pada Desember 2024 dengan tingkat pengangguran tetap di 4,2%.
Jika pertumbuhan pekerjaan melebihi ekspektasi, peluang Federal Reserve untuk menahan penurunan suku bunga lebih lanjut diperkuat, sekaligus mendukung penguatan dolar AS. Ketidakpastian kebijakan perdagangan dan imigrasi presiden terpilih Donald Trump juga mendorong kenaikan imbal hasil obligasi global, yang menekan mata uang pasar berkembang (EM).
Selain itu, data inflasi Tiongkok menambah tekanan pada sentimen pasar. Indeks harga konsumen (CPI) di negara tersebut hanya naik 0,1% secara tahunan pada Desember 2024, melambat dari 0,2% pada bulan sebelumnya, sekaligus menjadi kenaikan paling lambat sejak April 2024.
Sementara itu, indeks harga produsen (PPI) turun 2,3% secara tahunan, meskipun sedikit membaik dibanding penurunan 2,5% sebelumnya. Perlambatan inflasi ini memunculkan kekhawatiran deflasi yang dapat membebani pemulihan ekonomi Tiongkok lebih lanjut.
Faktor global termasuk laporan pekerjaan AS, kebijakan Federal Reserve, dan tekanan ekonomi Tiongkok, menambah ketidakpastian pasar Asia. Sentimen negatif ini membuat investor mengurangi eksposur risiko dan menahan langkah menjelang data ekonomi yang krusial.
Pasar saham dan obligasi Indonesia mencatat pelemahan sepanjang pekan, terpengaruh oleh sentimen negatif global meski terdapat pencapaian domestik yang membanggakan. Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa (Cadev) mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah, yakni sebesar US$155,7 miliar per Desember 2024.
Angka tersebut meningkat US$5,5 miliar dari bulan sebelumnya dan US$9,3 miliar dari posisi Desember 2023. Dengan kemampuan membiayai 6,7 bulan impor, posisi Cadev jauh di atas standar kecukupan internasional, mencerminkan fundamental ekonomi yang kuat.
Selain itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indonesia terus menunjukkan penguatan, mencapai 127,7 pada Desember 2024, naik dari 125,9 di bulan sebelumnya. Level di atas 100 menunjukkan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini hingga 6 bulan ke depan. Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) masing-masing naik menjadi 116,0 dan 139,5, mencerminkan keyakinan masyarakat terhadap stabilitas ekonomi di tengah tantangan global.
Namun, sentimen negatif dari pasar global menjadi pemicu utama pelemahan pasar keuangan domestik. Kekhawatiran terhadap kebijakan moneter global dan ketidakpastian ekonomi dunia membuat investor bersikap hati-hati, meskipun fundamental ekonomi Indonesia tetap solid dengan cadangan devisa yang kuat dan optimisme konsumen yang tinggi.