Investor mulai merasa penguatan minggu sebelumnya telah overbought pada pasar saham maupun pasar obligasi karena euforia akan spekulasi pemangkasan suku bunga yang lebih cepat pada tahun depan direspons berlebihan.
Data yang dirilis minggu pertama bulan November pun cenderung bervariasi. Data ISM sektor jasa tetap ekspansi dan tingkat pengangguran mengalami penurunan. Hal ini memberikan indikasi perekonomian Amerika tetap kuat meskipun data pembukaan lapangan pekerjaan menurun secara signifikan serta aktivitas perdagangan melambat.
ISM Services Index naik menjadi 52,7 (dari 51,8); JOLTS indikator pembukaan lapangan pekerjaan menurun signifikan menjadi 8,73 juta (dari 9,55 juta); Trade Balance tetap pada zona defisit, bahkan semakin melebar ke level defisit 64,3 miliar USD (dari 61,5 miliar USD) dan Tingkat pengangguran turun jadi 3,7% (dari 3,9%) secara tahunan.
Selanjutnya, investor akan kembali bersikap hati-hati menanti data tingkat inflasi sisi konsumen dan produsen serta hasil pertemuan FOMC bulan Desember 2023.
Tingkat inflasi sisi produsen menurun, pertumbuhan GDP melambat, dan tingkat pekerja yang turun menjadi sentimen positif di pasar Eropa. Hal ini seakan mengonfirmasi langkah ECB yang mungkin tidak lagi hawkish terhadap kebijakan moneter.
Sentimen positif juga datang dari harga komoditas energi yang turun secara signifikan, terutama harga minyak dan gas alam. Harga minyak dunia turun 3,8% dan gas alam turun 8,3%.
Imbas dari hal tersebut, pasar saham di Jerman dan Prancis naik lebih dari 2%. Pekan ini hasil pertemuan ECB bulan Desember akan ditunggu investor sebagai lanjutan bukti konkret arah kebijakan moneter selanjutnya menanggapi The Fed yang mulai dovish.
Moody’s Investors Service memotong outlook delapan bank di Tiongkok, termasuk bank besar seperti Industrial and Commercial Bank of China. Hal ini menyusul kekhawatiran terhadap tingkat utang negara jadi sentimen negatif di Asia.
Sebelumnya, Moody’s Investors Service menurunkan prospek obligasi Tiongkok menjadi negatif, mencerminkan kekhawatiran global terhadap tingkat utang. Perubahan ini terkait krisis properti yang semakin parah, mendorong pemerintah untuk meningkatkan pinjaman sebagai langkah stimulus utama.
Hal tersebut berimbas negatif terhadap pasar saham di Jepang, Hong Kong, Tiongkok, dan sebagian Asia Tenggara; serta menghapus sentimen positif pada data perdagangan dan sektor jasa di Tiongkok yang terlihat mulai pulih serta GDP Deflator di Jepang yang naik. Selanjutnya investor akan memantau produksi sektor industri di Jepang serta keputusan tingkat suku bunga PBoC dan penjualan ritel di Tiongkok.
Pasar saham dan obligasi tercatat menguat meskipun nilai tukar rupiah bergerak flat cenderung terdepresiasi. IHSG dan LQ45 naik lebih dari 1% serta imbal hasil obligasi acuan tenor 10 tahun kembali mengalami penurunan.
Sentimen global yang cenderung bervariasi menahan optimisme investor, contohnya spekulasi pemangkasan tingkat suku bunga yang lebih cepat pasca-komentar anggota The Fed dan perlambatan pemulihan ekonomi Tiongkok yang masih mengkhawatirkan terutama sektor properti menjadi faktor utama.
Katalis positif dari dalam negeri di antaranya: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan pertumbuhan kredit perbankan hingga Oktober 2023 mencapai 8,99% dan menjadi Rp6.903 triliun, dengan kredit investasi mencatat pertumbuhan tertinggi sebesar 10,22%.
Laporan posisi cadangan devisa Indonesia mencatatkan kenaikan sebesar 5 miliar USD pada November, mencapai 138,1 miliar USD, level tertinggi sejak Mei 2023.
Kepercayaan konsumen Indonesia mengalami penurunan menjadi 123,6 dari angka 124,3 pada Oktober dengan konsumen yang terlihat tetap lebih optimis mengenai pendapatan dan aktivitas bisnis dalam enam bulan ke depan.
Pekan ini data aktivitas perdagangan beserta pertumbuhan nilai ekspor dan impor akan ditunggu investor.