Pasar saham Amerika Serikat (AS) mengalami pekan buruk setelah Presiden Donald Trump mengumumkan rencana untuk menerapkan tarif timbal balik terhadap banyak negara. Pengumuman ini membuat indeks utama di Wall Street—seperti Dow Jones, S&P 500, dan Nasdaq—melemah sepanjang pekan.
Laporan pekerjaan dan sentimen konsumen yang lemah juga memperburuk keadaan. Sentimen konsumen AS turun secara tak terduga pada Februari ke level terendah dalam tujuh bulan. Sementara itu, ekspektasi inflasi melonjak menjadi 4,3%. Pertumbuhan lapangan kerja di AS juga melambat lebih daripada yang diperkirakan pada Januari.
Namun, tingkat pengangguran sebesar 4% memberi ruang bagi The Fed untuk menunda pemangkasan suku bunga setidaknya hingga Juni. Sejumlah laporan pendapatan perusahaan yang kuat dalam beberapa hari terakhir juga sedikit mengimbangi awal yang lemah tersebut.
Pasar saham Eropa berhasil menutup pekan ini di zona positif, meskipun pergerakannya cenderung berfluktuatif. Kekhawatiran mengenai meningkatnya ketegangan perang dagang global membuat investor lebih waspada. Hal ini diperburuk oleh perkiraan margin laba yang suram dari produsen mobil mewah Porsche yang menambah ketidakpastian di pasar.
Dari sisi geopolitik, Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana untuk memberlakukan tarif timbal balik pada berbagai negara dalam minggu mendatang. Sebelumnya, Tiongkok mengenakan tarif tambahan terhadap impor dari AS sebagai respons terhadap pengumuman Trump mengenai tarif 10% pada seluruh impor Tiongkok. Hal ini menyebabkan saham perusahaan mewah yang memiliki eksposur tinggi terhadap pasar Tiongkok turun 1,9%.
Meskipun demikian, indeks regional Stoxx 600, yang melacak kinerja saham-saham di seluruh Eropa, tercatat naik 0,45% dengan hampir semua sektor besar berada di zona hijau. Sektor perbankan memimpin kenaikan dengan lonjakan 1,7% yang diikuti oleh saham minyak dan gas yang naik 1,6%.
Pasar saham Jepang mengalami penurunan karena investor menunggu hasil pertemuan antara Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Jepang Shigeru Ishiba. Pertemuan tersebut akan membahas hubungan pertahanan dan ekonomi antarnegara.
Sementara itu, indeks utama di Hong Kong dan Tiongkok mengalami kenaikan. Saham-saham Tiongkok naik setelah libur panjang, didukung oleh reli saham-saham teknologi. Keberhasilan aplikasi AI DeepSeek menjadi faktor utama kenaikan tersebut karena mengangkat optimisme atas kapasitas Tiongkok untuk berinovasi.
Industri AI Tiongkok diperkirakan akan berkembang pesat pada tahun 2025, mendorong investasi kemakmuran dan fokus yang lebih kuat pada pengembangan aplikasi. Terobosan DeepSeek juga mendorong kepercayaan baru pada sektor AI Tiongkok dan akan terus menjadi tema pasar utama. Hal ini menantang anggapan umum bahwa Tiongkok tertinggal beberapa tahun di belakang pesaing AS dalam perlombaan AI.
Pasar saham Indonesia mengalami pelemahan signifikan sepanjang pekan, dengan IHSG turun lebih dari 5% dan Indeks LQ45 turun lebih dari 4%. Pelemahan ini dipimpin oleh saham-saham di sektor energi, material dasar, dan infrastruktur; terutama saham-saham Prajogo yang gagal masuk perhitungan indeks MSCI.
Di sisi lain, pasar obligasi menguat dengan imbal hasil obligasi acuan tenor 10 tahun turun ke level 6,874%. Cadangan devisa Indonesia juga mencapai rekor tertinggi sepanjang masa, yaitu USD 156,1 miliar pada akhir Januari 2025. Kenaikan ini disebabkan pasokan valas segar dari penerbitan global bond Pemerintah RI, serta penerimaan pajak dan jasa.
Dengan cadangan devisa yang melimpah, Bank Indonesia mungkin bisa menurunkan BI rate lagi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Posisi cadangan devisa yang besar ini bisa menambah kepercayaan diri BI melanjutkan pelonggaran moneter.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2024 tercatat sebesar 5,03%, (lebih rendah dari target pemerintah 5,2%) dan melambat dibandingkan 5,05% pada 2023. Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai capaian 5% tetap menjadi prestasi di tengah tekanan global.
Di bawah ini merupakan reksa dana pendapatan tetap yang mencatat total return lebih dari 1,5% dalam 1 bulan terakhir per 7 Februari 2025.
Ashmore Dana Obligasi Nusantara
BNP Paribas Prima II Kelas RK1
Manulife Obligasi Negara Indonesia II
Mandiri Investa Dana Obligasi II
Syailendra Fixed Income Fund Kelas A
Ashmore Dana Obligasi Unggulan Nusantara
Schroder Dana Mantap Plus II