Inflasi & PMI Manufaktur Indonesia: Sinyal terhadap Suku Bunga & Nilai Tukar

writter Lanjar Nafi Taulat Ibrahimsyah

Penurunan inflasi di Indonesia telah menciptakan gelombang efek yang mencengangkan di pasar keuangan, dengan potensi implikasi yang signifikan terhadap kebijakan moneter dan stabilitas ekonomi. Data dari Badan Pusat Statistik Indonesia menunjukkan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) meningkat sebesar 2,84% secara tahunan (y/y) pada Mei, lebih lambat dibandingkan dengan perkiraan sebesar 2,97%.

Sementara itu, secara bulanan (m/m), harga konsumen turun sebesar 0,03% pada Mei 2024, berbeda dengan perkiraan kenaikan sebesar 0,07%. Pada bulan Mei 2024, Indonesia mengalami deflasi bulanan pertama sejak Agustus 2023. Deflasi pada bulan ini terutama dipengaruhi oleh penurunan biaya makanan dan transportasi.

Ketika tingkat inflasi turun, pendekatan terhadap suku bunga oleh Bank Indonesia mengalami perubahan, sementara nilai tukar mata uang domestik semakin memperkuat posisinya. Dengan inflasi yang menunjukkan penurunan, para pengamat pasar mulai meramalkan bahwa Bank Indonesia mungkin tidak akan melanjutkan siklus kenaikan suku bunga yang telah terjadi sebelumnya.

Penurunan tekanan inflasi menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang sudah diterapkan telah memberikan dampak yang diharapkan dalam menjaga stabilitas harga. Ini memungkinkan bank sentral untuk mengambil pendekatan yang lebih hati-hati dalam menentukan kebijakan suku bunga, dengan potensi untuk menjaga atau bahkan menurunkan suku bunga guna mendukung pertumbuhan ekonomi.

Sementara itu, nilai tukar mata uang Indonesia juga mengalami penguatan sebagai respons terhadap dinamika inflasi yang lebih rendah. Mata uang domestik cenderung menguat terhadap mata uang asing, memberikan keuntungan tambahan bagi ekonomi yang lebih stabil dan menarik bagi investor asing. Hal ini juga dapat menciptakan lingkungan yang lebih menguntungkan bagi sektor ekspor, memperkuat posisi perdagangan luar negeri Indonesia di pasar global.

Meskipun semua mata tertuju pada kebijakan moneter dan nilai tukar, sektor manufaktur tetap menjadi pemicu penting dalam menganalisis kesehatan ekonomi secara keseluruhan. Meskipun terjadi penurunan dalam indikator-indikator tertentu, seperti output manufaktur yang turun menjadi 54,7 dari 55,4 pada April, dan pesanan baru yang mengalami penurunan dibandingkan bulan sebelumnya, sektor ini tetap berada dalam zona ekspansi.

Indeks manajer pembelian (PMI) manufaktur Indonesia turun menjadi 52,1 dari 52,9 pada bulan April, tetapi masih jauh di atas angka 50 yang menandakan pertumbuhan. Hal ini menunjukkan bahwa pelaku usaha memiliki keyakinan dalam kemampuan mereka untuk berekspansi usaha, meskipun dalam tingkat pertumbuhan yang lebih moderat.

Pertumbuhan yang stabil dalam sektor manufaktur memberikan sinyal positif bagi investasi dan penciptaan lapangan kerja, yang pada gilirannya dapat meningkatkan daya beli masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Dengan demikian, meskipun perubahan dalam kebijakan moneter dan nilai tukar dapat memengaruhi pasar keuangan secara langsung, ketahanan sektor manufaktur tetap menjadi indikator utama dari kondisi ekonomi yang sehat dan berkelanjutan.

Dengan adanya pandangan yang cerah terhadap kondisi ekonomi yang tetap stabil dan potensi ekspansi usaha, para investor di pasar keuangan, termasuk reksa dana, dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk memanfaatkan peluang dan mengelola risiko dengan bijaksana. Dengan demikian, meskipun tantangan mungkin ada di depan, prospek jangka panjang bagi pasar keuangan Indonesia tetap cerah—didorong oleh fondasi ekonomi yang kuat dan adaptabilitas yang kuat dari pelaku bisnis.

Di bawah ini merupakan Reksa Dana Pendapatan Tetap (Obligasi Jangka Panjang) yang total return NAV-nya masih di bawah 1% selama satu bulan terakhir per 31 Mei 2024.

  • Ashmore Dana Obligasi Nusantara

  • Manulife Obligasi Negara Indonesia II

  • Schroder Dana Mantap Plus II

Di bawah ini merupakan reksa dana Saham yang Performance NAV-nya masih negatif lebih dari 2% selama satu bulan terakhir per 31 Mei 2024.

  • Ashmore Saham Dinamis Nusantara

  • Schroder Dana Prestasi Plus

  • Ashmore Dana Ekuitas Nusantara

  • Ashmore Digital Equity Sustainable Fund


SMBC Indonesia tidak bertanggung jawab atas pernyataan apa pun sehubungan dengan keakuratan atau kelengkapan informasi yang terkandung pada artikel ini atau atas kehilangan atau kerusakan yang timbul dari penggunaan isi artikel ini.
Informasi yang terkandung dalam artikel ini adalah informasi publik, tidak dimaksudkan dan tidak seharusnya menjadi dasar pengambilan keputusan. Pengguna tidak boleh menyalin atau menggunakan isi artikel ini untuk tujuan apa pun atau mengungkapkan isinya kepada orang lain tanpa persetujuan sebelumnya dari SMBC Indonesia. Isi artikel ini dapat berubah tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Pengguna disarankan untuk menilai kemampuan sendiri dalam menanggung risiko keuangan dan lainnya terkait investasi atau produk apa pun, dan untuk membuat penilaian independen atau mencari nasihat independen sehubungan dengan masalah apa pun yang tercantum pada artikel ini.