Bank Indonesia kembali mengambil langkah penting. Dalam Rapat Dewan Gubernur yang digelar 20-21 Mei 2025, Bank Indonesia resmi menurunkan suku bunga acuan (BI-Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 5,50%. Tak hanya itu, suku bunga Deposit Facility juga dipangkas ke 4,75%, dan Lending Facility jadi 6,25%.
Karena inflasi Indonesia masih terkendali dalam target 2,5±1% dan nilai tukar rupiah cukup stabil. Jadi, momen ini dianggap tepat untuk Bank Indonesia “memberi angin segar” ke dunia usaha dan masyarakat lewat bunga yang lebih rendah.
Bank Indonesia bukan hanya fokus mendorong pertumbuhan ekonomi, tapi juga tetap waspada terhadap ketidakpastian global. Jadi, selain menurunkan suku bunga, Bank Indonesia juga menyiapkan berbagai jurus lain. Apa saja? Simak di bawah ini.
Intervensi di pasar valuta asing (valas) lewat transaksi spot, DNDF, hingga pembelian SBN di pasar sekunder, demi stabilisasi nilai tukar rupiah.
Memperkuat strategi operasi moneter agar penurunan suku bunga bisa terasa langsung ke sektor riil. Salah satunya dengan mengatur suku bunga instrumen moneter agar tetap menarik buat investor asing.
Menaikkan batas pendanaan luar negeri bank (RPLN) dari 30% menjadi 35% untuk memperluas sumber likuiditas, efektif 1 Juni 2025.
Melonggarkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) supaya bank punya ruang lebih luas untuk menyalurkan kredit.
Bukan cuma sektor keuangan, sistem pembayaran digital juga terus didorong Bank Indonesia. Salah satu langkah konkret adalah mempercepat QRIS antarnegara, dimulai dengan Jepang dan Tiongkok. Transaksi pembayaran lintas negara? Nantinya tinggal scan saja!
Selain itu, Bank Indonesia juga makin aktif bangun kerja sama internasional di bidang keuangan, sistem pembayaran, hingga promosi perdagangan dan investasi bersama pemerintah.
Dari sisi global, ketegangan dagang Amerika Serikat-Tiongkok mulai mereda. Keduanya sepakat menurunkan tarif selama 90 hari. Efeknya, proyeksi pertumbuhan ekonomi global naik jadi 3% dan ekspektasi penurunan suku bunga AS (Fed Funds Rate) tetap kuat. Namun, Bank Indonesia tetap hati-hati karena dinamika global bisa berubah cepat.
Di dalam negeri, ekonomi kuartal I-2025 tumbuh 4,87% (yoy) memang sedikit lebih rendah dibandingkan kuartal IV-2024 (5,02%). Namun, masih ditopang kuat oleh konsumsi masyarakat saat libur tahun baru dan Lebaran.
Berbagai sektor seperti industri pengolahan, perdagangan, transportasi, dan pertanian mencatat kinerja positif. Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional untuk 2025 tetap kuat: di kisaran 4,6–5,4%, meski sedikit di bawah proyeksi sebelumnya.
Kabar baik juga datang dari sektor eksternal. Modal asing kembali masuk ke pasar obligasi dan saham Indonesia pada bulan Mei, memperkuat ketahanan ekonomi nasional setelah sempat terjadi capital outflow pada bulan April. Posisi cadangan devisa per April 2025 tembus 152,5 miliar USD, cukup untuk membiayai 6,4 bulan impor (jauh di atas standar internasional).
Bank Indonesia juga yakin, meskipun transaksi berjalan tetap defisit, angkanya masih rendah (sekitar 0,5–1,3% dari PDB), dan bisa ditutup oleh surplus di sisi investasi.
Langkah Bank Indonesia menurunkan suku bunga adalah sinyal positif untuk pemulihan ekonomi. Namun, Bank Indonesia juga tetap menjaga keseimbangan. Di tengah dinamika global, fokus Bank Indonesia adalah:
inflasi terkendali,
nilai tukar stabil, dan
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Dengan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan digitalisasi sistem pembayaran, Bank Indonesia menunjukkan bahwa kebijakan mereka bukan hanya soal angka, tapi juga soal mendorong ekonomi nyata dan menjaga kepercayaan pasar.