Perempuan Selaras, Kelola Uang untuk Berbagai Peran

writter Budi Raharjo

Pada era modern, peran perempuan makin berlapis: bukan hanya sebagai istri atau ibu, tetapi juga sering dipercaya menjadi manajer keuangan rumah tangga.

Menariknya, berbagai penelitian global justru menunjukkan perempuan punya keunggulan alami dalam mengelola uang dan investasi jangka panjang dibandingkan laki-laki.

Hal ini berarti peran tradisional yang dulu sekadar mengatur belanja harian, kini berkembang jadi kunci penting untuk menjaga kestabilan finansial keluarga; bahkan menyiapkan masa depan yang lebih cerah.

Tentu saja, setiap rumah tangga punya dinamika berbeda. Gak semua perempuan otomatis punya kendali penuh atas keuangan keluarga, dan itu sah-sah saja.

Namun, memahami bagaimana perempuan bisa berperan lebih aktif dalam pengelolaan uang tetap penting; bukan hanya untuk menjaga keseimbangan finansial, tapi juga untuk mewujudkan kemandirian dan ketenangan pikiran. Dengan bekal literasi keuangan yang tepat, peran ini bisa dijalankan dengan lebih percaya diri dan berdaya.

Perempuan Bicara Uang

Bicara soal uang, ada fakta menarik mengenai perempuan dan investasi. Dari riset yang dilakukan oleh Warwick Business School tercatat bahwa perempuan menghasilkan kinerja investasi lebih baik dibandingkan laki-laki.

Hal ini menunjukkan bahwa ternyata perempuan bisa menduduki posisi sebagai pengelola investasi apabila diberikan kesempatan dan juga ilmu mengenai cara berinvestasi yang baik.

Ada beberapa hal yang digarisbawahi dalam temuan tersebut: gak bisa dimungkiri laki-laki dan perempuan punya kelebihan dan kekurangan. Laki-laki sering kali lebih percaya diri dalam membuat keputusan investasi dibandingkan perempuan, tapi rasa percaya diri ini yang berpengaruh dalam pembuatan keputusan keuangan yang cenderung kurang saksama dan hati-hati dibandingkan perempuan.

Laki-laki lebih mengutamakan keuntungan dan peluang keuntungan dalam jangka pendek. Hal ini menjadikan laki-laki sering kali melakukan transaksi jual beli dalam investasi dan kurang sabar menunggu investasi bertumbuh.

Frekuensi transaksi yang lebih sering menimbulkan biaya transaksi yang besar dan menggerus keuntungan investasi, dan laki-laki bisa lebih reaktif ketika investasi berbalik arah jadi kondisi penuh ketidakpastian.

Sementara itu, perempuan sebaliknya. Secara umum, perempuan lebih konservatif dalam mengelola uang dan investasi, melakukan riset dengan lebih seksama. Hanya berinvestasi pada saham perusahaan yang berfundamental baik dan fokus pada orientasi investasi jangka panjang. Dalam riset tersebut juga ditemukan perempuan gak terlalu terpengaruh saat investasi bergejolak.

Dari temuan-temuan ini, sudah seharusnya perempuan memiliki bekal karakter dan kecerdasan yang gak kalah dengan laki-laki. Bahkan, mungkin laki-laki perlu belajar investasi kepada perempuan; dengan berinvestasi lebih hati-hati, berorientasi jangka panjang, serta hanya menempatkan dana investasi pada instrumen yang diyakini dan dipahami serta konsisten.

Hambatan Perempuan

Bukan berarti perempuan gak punya hambatan dalam mengelola keuangan. Terkadang perempuan sering menghindari pembicaraan mengenai uang bersama pasangan karena menjadi topik sensitif dan sulit.

Perempuan juga takut gagal dalam mengelola dana yang sudah dititipkan kepadanya. Namun semua ini sebenarnya lebih ke mindset kalau dunia keuangan seperti investasi dan bisnis adalah dunia laki-laki.

Belum lagi kalau bahas soal keuangan yang berarti bahas angka-angka. Apakah ada perempuan di sini yang merasa gak pandai dengan angka atau bahkan anti dengan angka-angka? Padahal perempuan juga punya hak dan kewajiban yang sama dalam mewujudkan kemandirian finansial.

Perempuan Bisa Bikin Perencanaan Keuangan Komprehensif

Setiap kali saya dan tim membuat kelas perencanaan keuangan, tau gak siapa yang paling mendominasi kelas? Para perempuan!

Entah mengapa laki-laki cenderung hanya fokus pada satu hal dalam pengelolaan keuangan: mencari uang.

Sementara itu, perempuan lebih meyakini bahwa pengelolaan keuangan adalah hal yang komprehensif; mulai dari menghasilkan, menyisihkan, melindungi, mengembangkan, hingga mewariskan. Jadi, perempuan sudah punya satu bekal dalam pengelolaan keuangan, yaitu motivasi untuk mempelajari semua hal berkaitan dengan keuangan.

Apalagi di era sekarang ketika banyak perempuan memiliki karier dan penghasilan sendiri. Mereka memiliki keleluasaan dalam mengelola keuangan pribadi dan keluarga. Mengelola keuangan juga dapat dikatakan sebagai cara mengelola mental, karena kondisi keuangan yang sehat juga memberikan peace of mind (ketenangan pikiran).

Coba deh bayangkan kalau kamu punya penghasilan yang memadai untuk biaya hidup dan gaya hidup, dana darurat juga cukup, asuransi tersedia, dan investasi untuk masa depan anak dan keluarga tersedia. Nyaman sekali, bukan?

Bicara Keuangan dengan Pasangan Hanya Perlu Hal Ini

Salah satu hal krusial yang mesti dihadapi oleh perempuan adalah bahas keuangan bersama pasangan.

Nah, ketika membuat rencana keuangan dengan pasangan, satu hal yang perlu dilakukan adalah ilmu, keterbukaan dan kerjasama. Kita bahas satu per satu, yuk!

1. Ilmu atau Literasi Keuangan

Literasi keuangan adalah hal mutlak saat ini mendiskusikan soal keuangan rumah tangga. Tujuan utamanya adalah menghindari konflik saat membahas keuangan. Dengan ilmu keuangan yang memadai, paling tidak antara pasangan memiliki pandangan yang sama mengenai cara mengelola keuangan.

Perlu juga memiliki alat yang tepat, misalnya ketika berbicara mengenai uang belanja dan prioritas keluarga. Dengan metode pencatatan keuangan yang baik, bicara keuangan tidak menjadi isu sensitif.

3. Keterbukaan Soal Keuangan dengan Pasangan

Hal ini juga sangat penting! Jangan sampai pasangan gak tau masalah keuangan yang dihadapi. Misalnya, utang piutang, ketidaksiapan dana darurat, investasi, dan lain-lain.

Menyembunyikan transaksi keuangan pribadi sebaiknya juga dihindari. Bukan berarti di antara pasangan gak boleh punya uang dan simpanan pribadi, sah-sah saja selama hal ini sudah dibicarakan dan disepakati sejak awal.

Punya uang pribadi boleh saja digunakan untuk belanja, misalnya hadiah ulang tahun pernikahan atau kebutuhan rumah tangga. Tapi kalau belanja online yang dilakukan tanpa kontrol dan di luar kesepakatan, hal itu bisa memicu pertengkaran. Hal tersebut sering disebut sebagai selingkuh finansial.

Penting untuk membuat kesepakatan dengan pasangan tentang batas belanja. Misalnya, setiap pengeluaran di atas Rp1 juta perlu dibicarakan dulu bersama. Dengan begitu, ada keterbukaan yang bisa menjaga kepercayaan dan keharmonisan dalam rumah tangga.

3. Kerja Sama

Jadikan momen diskusi keuangan dan perencanaan keuangan sebagai momen kerja sama krusial dalam rumah tangga. Tujuan keuangan bakal sulit diwujudkan kalau suami istri mengayuh perahu ke arah berlawanan.

Tujuan juga akan sulit dicapai apabila satu pihak berjuang mindful spending agar dapat mewujudkan rumah impian, sedangkan pihak lainnya asik mengejar kesenangan jangka pendek.

Pada akhirnya dampak buruk finansial gak bakal dirasakan sendiri, tapi dirasakan oleh seluruh anggota keluarga. Kerja sama dalam merencanakan liburan, merencanakan dana darurat, menyiapkan dana pendidikan anak, rencana pensiun, dan sebagainya akan lebih asyik jika bisa menjadi tujuan bersama dan dinikmati bersama.

Kerja sama ini juga bisa diwujudkan dengan berbagi tugas pengelolaan keuangan. Berbagi tugas bukan berarti hanya salah satu pihak yang mengelola, berpikir dan melakukan eksekusi keputusan finansial yang dibuat. Namun juga bersama-sama berjuang untuk mewujudkan cita-cita keluarga.

Mengelola uang keluarga memang bukan perkara sederhana, apalagi ketika melibatkan kebutuhan banyak orang di dalam rumah tangga. Tapi riset sudah menunjukkan perempuan punya modal alami berupa ketelitian, kesabaran, dan orientasi jangka panjang yang bisa jadi kekuatan besar. Ditambah dengan ilmu keuangan yang tepat, perempuan bisa semakin percaya diri dalam mengambil keputusan finansial yang bermanfaat bagi keluarga.

Pada akhirnya, kunci keberhasilan keuangan rumah tangga bukan hanya siapa yang memegang kendali, tapi bagaimana pasangan bisa saling terbuka dan bekerja sama. Dengan komunikasi yang jujur, kesepakatan yang jelas, dan tujuan bersama, pengelolaan keuangan bukan lagi sumber konflik, melainkan jalan menuju keluarga yang lebih tenang, sehat, dan sejahtera.


Artikel ini ditulis oleh Budi Raharjo, teman Jenius yang berprofesi sebagai Certified Financial Planner, juga Founder & Konsultan Perencanaan Keuangan OneShildt Financial Independence. Cek artikel dari para guest writer lain pada laman Blog Jenius.

Artikel lainnya