Menjadi Sandwich Generation? Tenang, Ada Cara Kelolanya!

writter Budi Raharjo

Bayangkan kamu baru saja gajian, tapi belum sempat menikmati uangmu, sebagian sudah mengalir ke biaya sekolah anak, sebagian lagi untuk kebutuhan orang tua, sisanya habis untuk diri sendiri. Belum lagi kalau ada saudara yang masih perlu dibantu. Rasanya seperti roti lapis atau sandwich—kamu ada di tengah, terimpit tanggung jawab ke atas dan ke bawah.

Nah, kondisi ini punya sebutan sandwich generation. Kenyataannya, kondisi ini sifatnya universal. Siapa pun bisa mengalaminya, tanpa peduli generasi atau seberapa besar penghasilan yang dimiliki. Jadi bisa dibilang sandwich generation dialami banyak orang Indonesia.

Tipe Sandwich Generation

Sandwich (roti lapis) menggambarkan situasi finansial buat yang mengalami kondisi di atas. Generasi yang terimpit di tengah: harus membiayai generasi di atas dan di bawahnya. Terkadang, bahkan bisa pula melebar harus menanggung biaya saudara, keponakan, serta kakek dan nenek.

Istilah ini pertama kali dipopulerkan oleh Elaine Brody dan Dorothy Miller (1981) dalam jurnal yang mereka tulis. Mereka menyoroti tekanan baik mental dan finansial yang dialami generasi tersebut.

Situasinya agak berbeda dengan di Indonesia. Mayoritas masyarakat Indonesia memiliki suatu istilah khusus yang disebut dengan tulang punggung keluarga. Mereka menilai membantu keluarga terdekat yang banyak berjasa membesarkan adalah bentuk tanggung jawab, pengabdian, dan terima kasih.

Secara umum, ada tiga (3) tipe sandwich generation.

1. The Traditional Sandwich Generation

Orang dewasa yang diimpit beban orang tua berusia lanjut, serta anak-anak yang masih membutuhkan dukungan finansial.

2. The Club Sandwich Generation

Sandwich generation yang harus menyokong secara finansial, bukan cuma untuk satu generasi di atas atau di bawahnya, tapi juga generasi berikutnya, misalnya kakek, nenek atau cucu. Bisa juga menyokong secara horizontal (saudara kandung, keponakan dan lainnya).

3. The Faced Sandwich Generation

Siapa pun yang terlibat dalam pengasuhan orang lanjut usia, tapi bukan merupakan pekerjaan profesionalnya, termasuk ke dalam kategori ini.

Memang gak gampang menjadi sandwich generation, apalagi kalau kamu mengalaminya di usia muda.

Ketika teman-teman lain bisa menikmati penghasilan untuk diri sendiri, sandwich generation mau gak mau harus membagi penghasilan dengan anggota keluarga yang menjadi tanggungannya. Terkadang, mau gak mau mengorbankan tujuan dan impian pribadi untuk memenuhi semua kebutuhan tanggungan.

Cara Sandwich Generation Mengelola Keuangan & Kebutuhan

Buat kamu yang merupakan sandwich generation, atau yang kenal dengan seseorang yang masuk dalam kategori sandwich generation, ada beberapa hal yang bisa dilakukan biar kamu bisa mandiri finansial dan memutus rantai sandwich generation—sampai di kamu saja.

1. Membagi Keuangan Biar Bisa Memenuhi Kebutuhan

Sebagai sandwich generation, kamu gak bisa sembarangan membelanjakan uang karena kamu diminta untuk hadir ketika ada kebutuhan dan kondisi darurat. Jadi, prioritas pengeluaran adalah hal yang sangat penting.

Utamakan pengeluaran kebutuhan dan dasar, sebelum pengeluaran yang bersifat keinginan. Memang sih, kadang kita suka berpikir kapan bisa bersenang-senang. Kalau kamu sudah mulai punya penghasilan yang memang bisa dibagi untuk kebutuhan dan keinginan, ya silakan saja.

Tapi kalau belum, sebaiknya kelola keinginan ini jangan sampai berlebihan sampai keuangan kita pantas melakukannya. Tujuan utama melakukan prioritas ini adalah agar pengeluaran kita gak berlebihan.

2. Punya Catatan Keuangan dan Rencana Anggaran Belanja

Rencana anggaran ini untuk membatasi pengeluaran biar kita tau berapa batasan pengeluaran untuk pos kebutuhan, keinginan, cicilan, dan tabungan.

Catatan cash flow ini penting biar kamu tau apakah pengeluaran kamu bablas atau sesuai rencana dalam periode tertentu .

Kamu bisa pakai prinsip 50:30:20 yang telah dimodifikasi untuk membagi pengeluaran jika memungkinkan:

  • 50% pendapatan untuk memenuhi kebutuhan,

  • 30% pendapatan untuk cicilan dan atau keinginan (semakin kecil semakin baik), dan

  • 20% untuk tabungan dan investasi masa depan (semakin besar semakin baik).

Sesuaikan dalam praktik menurut kondisi dan prioritas masing-masing. Saat mencatat pengeluaran, gunakan aplikasi yang bisa membantu proses pencatatan menjadi informasi yang berguna. Misalnya, pencatatan secara otomatis setiap kali kamu melakukan transaksi belanja serta memasukkannya ke berbagai kategori pengeluaran.

Anggarkan Sebagian Pendapatan untuk Upscale Diri Sendiri

Kalau kamu ingin mandiri finansial dan membebaskan generasi berikutnya dari masalah yang sama, maka mengembangkan diri sudah menjadi kewajiban.

Sisihkan sebagian penghasilan untuk menambah keahlian dan ilmu: baik yang terkait dengan pekerjaan, keahlian, pengelolaan keuangan, maupun investasi.

Ilmu-ilmu ini adalah ilmu yang bisa meningkatkan pendapatan kamu di masa mendatang, serta mengoptimalkan cara kamu mengelola uang.

4. Memiliki Dana Darurat

Hal ini karena kehadiran kamu sangat penting bagi keluarga. Maka, ini hal yang perlu menjadi action plan para sandwich generation. Kamu harus punya dana darurat yang memadai kalau tiba-tiba anggota keluarga punya kebutuhan mendadak yang gak bisa di-cover oleh asuransi.

Lindungi keuangan dengan membelikan proteksi sesuai kemampuan untuk diri sendiri, keluarga, pasangan, anak, dan tanggungan. Proteksi kesehatan dan jiwa adalah hal yang harus ada dalam portofolio.

Untuk proteksi kesehatan yang paling dasar adalah memiliki BPJS Kesehatan. Kalau ada dana lebih, kamu bisa mempertimbangkan memiliki asuransi kesehatan komersial sebagai tambahan.

5. Miliki Support System

Saat jadi tulang punggung keluarga, kamu perlu memiliki teman-teman untuk menguatkan kamu. Ajak saudara terdekat untuk menjadi teman diskusi dan membagi kewajiban sesuai kemampuan mereka.

Diskusikan juga dengan ahli keuangan kebutuhan-kebutuhanmu dan masalah keuanganmu dan membangun portofolio dari waktu ke waktu. Memiliki support system ini membantu kamu sebagai sandwich generation untuk tetap sehat secara mental.

6. Manfaatkan Teknologi untuk Membantu Pecahkan Masalah

Kamu bisa gunakan internet untuk mendapatkan informasi dan strategi terbaik mengelola keuangan sesuai kebutuhanmu, untuk mengoptimalkan pengeluaran dengan mencari cara melakukan penghematan pengeluaran serta menambah penghasilan.

7. Miliki Mindset Jangka Panjang dalam Kelola Keuangan

Artinya, masalah saat ini akhirnya dapat teratasi kalau kamu terus bertumbuh. Bisa saja saat ini rasanya seperti keuangan sangat pas-pasan untuk memenuhi berbagai kebutuhan.

Namun, jika kamu terus berupaya dan meningkatkan diri, bisa saja dalam waktu 5-10 tahun ke depan ternyata masalah itu berlalu karena penghasilan sudah bertumbuh, karier membaik, dan banyak kemajuan yang kamu lakukan.

Terkadang kita terlalu optimis terhadap hal yang bisa kita capai dalam waktu singkat sehingga kalau gak terwujud kita kecewa. Namun, kita terlalu pesimis dengan pertumbuhan jangka waktu panjang, padahal hal itu lebih realistis.

Menjadi sandwich generation memang bukan hal mudah. Ada banyak tantangan finansial, emosional, hingga mental yang perlu dihadapi. Namun, dengan strategi pengelolaan keuangan yang tepat, support system yang kuat, serta mindset jangka panjang, kamu bisa melewati masa ini dengan lebih tenang.

Ingat, kamu gak sendirian. Banyak orang di luar sana yang juga berada dalam posisi sama. Dengan langkah-langkah yang tepat, kamu bisa tetap menjaga stabilitas keuangan, mengejar impian pribadi, sekaligus memberi dukungan terbaik bagi orang-orang yang kamu sayangi.


Artikel ini ditulis oleh Budi Raharjo, teman Jenius yang berprofesi sebagai Certified Financial Planner, juga Founder & Konsultan Perencanaan Keuangan OneShildt Financial Independence. Cek artikel dari para guest writer lain pada laman Blog Jenius.

Artikel lainnya